Senin, 28 Mei 2012

الدء بعد التعلم


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
رَبِّىْ فَعَنَا بِمَا عَلَمْتَنَا   * رَبِّى عَلِمْنَا الَّذِيْ يَنْفَعُنَا
رَبِّىْ فَكِنَا وَفَكِ اَحْلَنَا * وَقَََرَا بَتِ لَنَا فِدِذِنَا
 تَوَا سَلْنَا بِتَعَالُمِ       * تَوَا سَلْنَا بِتَعْلِمِ 
اَنْتَرْجُقَ النَّوَا سِعَ     * وَاَنْتَرْجُقًاعَهْمَنَا

Matakuliah Metode Penelitian



Pengaruh Qiraat Sab’ah Terhadap Makna dan Penafsiran Al-Qur’an
Permasalahan : Bagaimanakah pengaruh qiraat sab’ah terhadap makna dan penafsiran        Al-Qur’an?
Latar Belakang Masalah
                  Telah menjadi keyakinan bagi seluruh umat islam di dunia bahwa kitab suci Al-Quran adalah kitab suci terakhir yang diturunkan Allah SWT kepada seluruh umat manusia, yang disampaikan kepada nabi penutup dari semua para nabi yaitu Nabi Muhammad SAW lewat perantara malaikat jibril dalam bahasa arab yang bermutu tinggi, guna menjadi pedoman hidup bagi seluruh umat manusia.
                   Kitab suci Al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW sebagian besar melalui suara atau bacaan yang disampaikan oleh Malaikat Jibril.
                  Rasulullah SAW menyampaikan ayat-ayat yang diterimanya itu kepada para sahabatnya juga melalui ucapan atau secara lisan. Penyampaian selanjutnya dari sahabat kepada tabi’in dan untuk seterusnya berlanjut dari satu generasi ke generasi berikutnya, Al-Qur’an selalu disampaikan dengan lisan.
                  Bangsa Arab sejak dahulu mempunyai lahjah (dialek) yang beragam antara satu kabilah dengan kabilah yang lain, baik dari segi intonasi, bunyi maupun hurufnya, namun bahasa Quraisy mempunyai kelebihan dan keistimewaan tersendiri, ia lebih tinggi dari pada bahasa dan dialek yang lain. Oleh karena itu, wajar apabila Al-Qur’an pertama diturunkan adalah dalam bahasa Quraisy kepada seorang Rasul yang Quraisy pula. Dengan kata lain bahasa Quraisy di dalam Al-Qur’an lebih dominan dari pada lughat-lughat lain.
                  Satu hal yang tak pernah hilang dari ingatan, ialah Al-Qur’an selalu memberikan inspirasi yang sangat luas, bagi para pemeluk ajaran Islam, telah tertanam dalam hati sanubari mereka, Al-Qur’an adalah petunjuk yang nyata bagi manusia, untuk kesejahteraan di dunia dan akhirat, tetapi bagi para pengagumnya Al-Qur’an tidak hanya sekedar petunjuk dan pedoman hidup yang nyata, mereka diajak menyelam ke dalam lautan ilmu dan menikmati keindahannya yang tak pernah habis untuk dinikmati dan dirasakan.
                  Kecintaan terhadap Al-Qur’an telah membawa semangat untuk berupaya secara seksama dan penuh keikhlasan. Sejak zaman dahulu pelestarian terhadap Al-Qur’an telah menumbuhkan semangat para sahabat untuk menuliskannya di pelepah kurma, tulang-tulang unta, kulit-kulit binatang, mereka berlomba mempelajari Al-Qur’an dan menghafalnya. Tidak heran bila akhirnya upaya itu semakin berkembang dan melahirkan berbagai ilmu pengetahuan tentang Al-Qur’an.
                  Di tangan para tabi’in, upaya-upaya sistematis dibangun untuk mempelajarinya, mulai dari kodifikasi, tata cara penulisan Al-Qur’an, cara bacaan Al-Qur’an dan juga turunnya Al-Qur’an dengan tujuh huruf. Ditinjau dari berbagai segi Al-Qur’an membuat manusia semakin dipacu untuk terus mendalami dan menyelami kedalaman makna yang tersurat dan tersirat darinya.
                  Menelusuri dan menelaah sejarah dari sahabat sampai saat ini tentang berbagai upaya manusia terhadap Al-Qur’an dapat dikatakan terdiri dari tiga jenis; pertama, adalah upaya manusia melestarikan dan menjaga Al-Qur’an sebagai petunjuk dan pedoman bagi kesejahteraan hidup manusia. Kedua, upaya manusia mempelajari Al-Qur’an untuk kepentingan ilmiah. Ketiga, upaya manusia mempelajari Al-Qur’an untuk mengurangi, mengaburkan mukjizat Al-Qur’an dan mengingkarinya.
                  Di awal Al-Quran diturunkan kepada Rasulullah SAW oleh malaikat Jibril hanya dalam satu huruf  bacaan saja, akan tetapi Rasulullah SAW mendesak malaikat Jibril agar ditambah lagi, supaya umatnya tidak menghadapi masalah dan kesusahan dalam membaca Al-Quran dan memilih mana saja bacaan yang mudah. Lalu Jibril pun menambahnya sehingga tujuh huruf. sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Sesungguhnya Al-Quran itu diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah ia dengan bacaan yang mudah daripadanya”
                  Ilmu qiraat adalah bagian dari ulum Al-Quran atau ilmu-ilmu yang membahas tentang Al-Quran yang membicarakan kaidah membaca Al-Quran. Ilmu itu disandarkan kepada Imam periwayat dan pengembangnya yang sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah SAW. Cara pengambilan ilmu ini adalah dengan cara ‘talaqi’ yaitu dengan memperhatikan bentuk mulut, lidah dan bibir guru ketika melafazkan ayat-ayat Al-Quran.
                  Istilah qiraat yang biasa digunakan adalah dialek atau cara pengucapan melalui lisan bangsa arab. karena secara, dialeg bangsa arab memiliki perbedaan 'kefasihan' dan pengucapan suatu huruf, maka kemudian dalam membaca al-Qur'an, ini juga menimbulkan perbedaan bacaan.
                  Ini adalah sebuah bentuk qiraat, di mana masing-masing imam punya beberapa lafadz bacaan yang berbeda. Namun di dalam mushaf yang di pakai sehari-hari tidak terdapat tanda perbedaan bacaan itu. Kecuali kalau kita menelusuri kitab-kitab tafsir yang klasik. Biasanya kita akan menemukan penjelasan tentang perbedaan para imam dalam membaca masing-masing lafadz itu.
                  Menurut Abu Syamah al-Dimisyqi adalah ilmu qirâ`at sebuah disiplin ilmu yang mempelajari cara melafalkan kosa kata Al-Qur`an dan perbedaannya yang disandarkan pada perawi yang mentransmisikannya.
Syekh Az-Zarqoni mengistilahkan qirâ`at dengan : “suatu madzhab yang dianut oleh seorang imam dari pada imam qurro’ yang berbeda dengan yang lainnya dalam pengucapan Al-Qur`an al-Karîm dengan kesesuaian riwâyat dan tharîq darinya. Baik itu perbedaan dalam pengucapan huruf-huruf atau pengucapan bentuknya. Di samping itu, Ibn Al-Jazari berpendapat bahwa Qirâ`at adalah pengetahuan tentang tatacara melafalkan kalimat-kalimat Al-Qur`an dan perbedaannya dengan membangsakannya kepada penukilnya.
Manna’ al-Qaththan berpendapat Qirâ`at adalah salah satu mazhab dari beberapa mazhab artikulasi (kosa kata) Al-Qur`an yang dipilih oleh salah seorang imam qirâ`at yang berbeda dengan mazhabnya.
Sedangkan Muhammad Ali Ash-Shabuni merumuskan definisi qirâ`at sebagai berikut : Qirâ`at adalah satu mazhab dari beberapa mazhab artikulasi (kosa kata) Al-Qur`an yang dipilih oleh salah seorang imam qirâ`at yang berbeda dengan mazhab lainnya serta berdasarkan pada sanad yang bersambung pada Rasulullah SAW.[1]
                  Dari uraian di atas dapat diketahui aspek ontologi, epistimologi, dan aksiologi disiplin ilmu qiraat . Objek kajian (ontology) ilmu qiraat adalah Al-Qur’an dari segi perbedaan lafal dan cara artikulasinya. Metode mendapatkan (epistimologi) ilmu qiraat adalah melalui riwayat yang berasal dari Rasulullah SAW. Sementara nilai guna (aksiologi) ilmu qiraat, sebenarnya secara implicit dapat diketahui dari beberapa definisi yang telah disebutkan di atas, yakni untuk mempertahankan keaslian materi yang disampaikan. Hal ini bisa dipahami karena fungsi sistem riwayat tidak lain untuk mempertahankan orisinilitas informasi maupun data yang dituturkan secara berantai.
                  Dari berbagi penjelasan diatas dapat diketahui bahwa banyak berbagai macam bacaan Al-Qur’an karena itu disebabkan oleh beragam bahasa yang digunakan antara satu kabila dengan kabilah yang lain, baik dari segi intonasi, bunyi maupun hurufnya, Oleh karena itu, wajar apabila Al-Qur’an pertama diturunkan adalah dalam bacaan yang berbeda-beda kepada seorang Rasulullah SAW.
                  Dalam beragam bacaan Al-Qur’an para ulama tidak begitu mempermasalahkannya karena sudah ada dalil yang jelas dari nabi tentang permasalahan berbagai macam bacaan Al-Qur’an ini. Akan tetapi dalam makna dan penafsiran para ulama berbeda pendapat, hal ini disebabkan oleh berbagai macam faktor, yang di anataranya qiraat. Dari perbedaan cara baca Al-Qur'an (qiraat) menjadi salah satu unsur yang menyebabkan perbedaan makna, dan penafsiran.
                  Qiraat di dalam Al-Qur’an ada beberapa macam, yang didasarkan pada imamnya masing-masing. Dari keberagaman imam itu membawa cara baca Al-Qur'an yang berbeda. Menurut para ulama, muncul sejumlah istilah popular yang menisbatkan pada jumlah qiraat, misalnya qira’ah sab’ah, qira’ah al-‘asyr dan qira’ah al-‘arba’ ‘asyrah. Yang paling popular dan paling mendapatkan perhatian secara luas adalah qira’ah sab’ah. Yaitu qiraat yang dinisbatkan kepada tujuh imam terkemuka, yakni Nafi’, Ashim, Hamzah, Ibn ‘Amir, Ibn Kasir, Abu ‘Amir, dan Kisa’i.
                  Adapun yang dimaksud qira’ah ‘asyar adalah qira’ah yang dinisbatkan kepada imam tujuh dan ditambahkan dengan tiga imam, yaitu Abu Ja’far, Ya’qub dan Khalaf. Sedangkan qira’ah arba’ ‘asyar dengan penisbatan kepada sepuluh imam qira’ah yang tersebut dan ditambahkan dengan empat imam qira’ah yang lain, di antaranya, Hasan al-Bashri, Ibn Muhaishin, Yahya al-Yazidi dan Syanbudi.
                  Sebagaimana telah sedikit disinggung di atas bahwa, dari macam-macam qiraat, bisa menjadikan lahirnya keberagaman makna dan penafsiran.  Perbedaan qiraat Al-Quran yang berkaitan dengan substansi lafaz atau kalimat, adakalanya mempengaruhi makna dari lafaz atau kalimat tersebut, dan adakalanya tidak. Dengan demikian , perbedaan qiraat        Al-Quran dalam hal ini, adakalanya berpengaruh terhadap makna dan penafsiran, dan adakalanya tidak. Jadi qiraat memiliki pengaruh besar dalam pembentukan hukum islam.
Rumusan Masalah
1.      Kapankah lahirnya qiraat sab’ah?
2.      Apa pengaruh qiraat sab’ah pada makna Al-Qur’an?
3.      Apa pengaruh qiraat sab’ah pada penafsiran Al-Qur’an?
4.      Apa tujuan adanya berbagai macam bacaan ( qira’at )?
Tujuan dan Kegunaan
1.      Menunjukkan betapa terjaganya dan terpeliharanya kitab suci yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad SAW dari perubahan dan penyimpangan, padahal kitab ini mempunyai sekian banyak segi bacaan yang berbeda-beda.
2.      Meringankan dan memudahkan umat islam untuk membaca Al-Qur'an.
3.      Bukti kemukjizatan Al-Qur'an dari segi kepadatan makna (I’jaz) nya, karena setiap qiraat menunjukkan sesuatu hukum syara’ tertentu tanpa pengulangan lafadz.
4.      Dengan keberagaman bacaan (qiraat) memancarkan makna Al-Qur’an yang semakin luas dan mendalam. Walaupun dikaji dari berbagai sudut pandang tidak pernah habis, justru semakin nyata kebenarannya dan kemu’jizatannya.


[1] Sumber : http://hasyim-oink.blogspot.com/2009/07/qiraat-sabah.html

PEKAN ILMIAH PENDIDIKAN BIOLOGI (PIPB) 2012


Himpunan Mahasiswa Pendidikan Biologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung belum lama ini mengadakan berbagai rangkaian acara yang sangat bermanfaat bagi semua kalangan baik dari kalangan siswa, mahasiswa dan pengajar yang mengikutinya.
Acara tersebut merupakan agenda tahunan yang di adakan oleh Himpunan Mahasiswa Pendidikan Biologi “acara ini adalah agenda tahunan dari HIMA sendiri dan atas persetujuan pihak jurusan yang sangat mengapresiasi kepada kami”.papar ihsan ketua panitia PIPB tersebut.
Kegiatan yang berlangsung dari tanggal 17-27 mei 2012 ini menyuguhkan berbagai rangkaian acara yang sangat bermanfaat bagi semua. Menurut Ihsan ‘Alimi “acara ini di mulai dari tanggal 17-27 mei yang dibagi kepada dua tahap yang pertama dari tanggal 17-23 mei itu khusus pihak internal pendidikan biologi sendiri dan dari tanggal 24-27 mei itu acara yang diperuntunkan buat umum baik dari siswa SMA maupun dari kalangan mahasiswa sendiri”.
Peserta dari perlombaan tersebut tidak hanya di daerah kota bandung akan tetapi banyak dari daerah-daerah lain yang ada di jawa barat mengikuti acara tersebut, “kegiatan ini Alhamdulillah telah menyedot banyak peserta bukan dari daerah kota bandung saja melainkah banyak dari daerah-daerah lain se-jawa barat yang mengikuti kegiatan ini bahkan ada juga peserta yang datang dari indramayu”. Papar Ihsan saat di temui di Auditorium UIN SGD Bandung.
Kegiatan yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Pendidikan Biologi ini bukan hanya mencakup peserta dari kalangan siswa dan mahasiswa saja melainkan ada juga yang kegiatan yang diperuntunkan untuk para guru pengajar baik itu SD, SMP, maupun SMA yang dilaksanakan pada tanggal 26 mei 2012. “kegiatan ini bukan diperuntunkan untuk siswa dan mahasiswa saja melainkan ada juga kegian yang dihususkan buat para guru pengajar yang ada di kota bandung” paparnya.
Respon baik datang dari salah satu peserta kegian tersebut yang tidak ingin disebutkan namanya menurut dia “acara PIPB ini sangat bagus dan banyak manfaatnya bagi kami karena dapat menambah wawasan tentang kebiologian dan sangat besar pengaruhnya bagi kami hususnya bagi mahasiswa pendidikan biologi sendiri”.
“saya berharap untuk kegiatan-kegiatan seperti ini kedepannya bisa lebih baik lagi dan bisa lebih efektif lagi dalam semua kegiatan”. Ungkap mahasiswa semester dua ini saat di hubungi lewat telepon seluler.
  Kegiatan yang dilaksanakan dari tanggal 17-27 mei ini ditutup dengan acara festival band yang pesertanya datang dari siswa dan mahasiswa se-bandung raya dengan mendatangkan bintang tamu GSTAR dari kota Jakarta. “acara ini di tutup dengan festival band yang pesertanya datang dari siswa dan mahasiswa se-bandung raya dan kami mendatangkan bintang tamu GSTAR dari kota Jakarta”. Pungkas ihsan ‘Alimi saat ditemui di Auditorium UIN SGD Bandung.

PERMASALAHAN ZIARAH KUBUR



I.    PERMASALAHAN
Di jaman yang semakin maju ini dan pasilitas serba modern dengan berbagai macam pemahaman atas agama sehingga manusia banyak yang berbeda-beda dalam memahami agama dan dalam memahami hukum Allah SWT. dan hadits-hadits yang disampaikan oleh Rasulullah saw.
Tidak sedikit masyarakat di jaman sekarang yang sering melakukan ziarah kubur kemakan-makan ulama dan wali-wali Allah SWT. sehingga timbul banyak pemahaman dari masyarakat yang membolehkan ziarah dan mengharamkan ziarah. Sehingga banyak juga dari para ulama dijaman sekarang yang mempermasalahkan tentang ziarah kubur, apakah diperbolehkan ataukan dilarang.  
Dalam kitab-kitab hadits disebutkan bahwa Nabi saw. dahulu pernah melarang umatnya untuk berziarah kemudian menganjurkannya, guna mengingat kematian dan akherat! Hal itu dikarenakan dengan ziarah kubur manusia akan mengingat akhirat. Dan dengan itu akan meniscayakan manusia beriman untuk semakin ingat dengan Tuhannya. Malah beliau saw. mengajarkan bagaimana adab atau cara berziarah!! Begitu juga beberapa fatwa para Imam madzhab fikih Ahlusunah wal Jama’ah yang membuktikan bahwa ziarah kubur diperbolehkan.
Namun dijaman sekarang banyak masyarakat yang menyalahgunakan hadits diperbolehkannya ziarah kubur ini. Mereka berdalil dengan menggunakan hadits dari Nabi saw. yang membolehkan ziarah kubur. Banyak masyarakat sekarang berziarah bukan bertujuan untuk mendoakan orang yang sudah meniggal dan untuk meningkatkan keimanan kepada Sang Pencipta tetapi kebanyakan dari mereka malah meminta-minta kepada penghuni kubur tersebut dan menyembah-nyembah penghuni kubur tersebut sehingga menbuat mereka kufur kepada Allah SWT.
Bagaimanakah penerangan para ulama tentang masalah ini, Untuk lebih jelasnya mengenai persoalan tentang pemahaman hadits-hadits Nabi saw. mari disimak penjelasan yang akan dipaparkan berikut ini.
II.    MATAN HADITS DAN PENJELASANNYA
a.       Hadits dan Sebab Wurudnya
Ziarah kubur adalah sunnah Rasulallah saw. sebagaimana hadits dari Sulaiman bin Buraidah yang diterima dari bapaknya, bahwa Nabi saw. bersada:
كُنْتُ نَهَيْتُكُم عَنْ زِيَارَةِ القُبُورِ, فَزُورُوهَا, وَفِي رِوَايَةٍ فَإنَّهَا تُذَكِّرُكُم.. بالآخرة
“Dahulu saya melarang kalian berziarah kubur, namun kini berziarahlah kalian!. Dalam riwayat lain; ‘(Maka siapa yang ingin berziarah kekubur, hendaknya berziarah), karena sesungguhnya (ziarah kubur) itu mengingat- kan kalian kepada akhirat”. ( HR.Muslim)
Juga ada hadits yang serupa diatas tapi berbeda sedikit redaksinya dari Buraidah ra. bahwa Nabi saw. bersabda :
“Dahulu saya melarang kalian menziarahi kubur, sekarang telah diizinkan dengan Muhammad untuk berziarah pada kubur ibunya, karena itu berziarah lah ke perkuburan sebab hal itu dapat mengingatkan pada akhirat”. (HR. Muslim (lht.shohih Muslim jilid 2 halaman 366 Kitab al-Jana’iz), Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i, Ahmad).
Dari pemaparan hadits-hadits diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Nabi saw. pernah melarang ziarah kubur tetapi kemudian membolehkannya setelah turunnya pensyariatan (legalitas) ziarah kubur dari Allah SWT. Dzat Penentu hokum yang paling adil.
Menurut keterangan dari berbagai sumber bahwa asbabul wurudnya hadits-hadits ini ialah pada awalnya Rasulullah saw. melarang untuk berziarah karena pada masa itu masyarakat mekah walaupun sudah masuk islam mereka belum sepenuh hati untuk memeluk islam mereka masih terpengaruhi oleh perbuatan-perbuatan yang terdahulu pada zamah jahiliyah juga masih dekatnya masa mereka dengan zaman jahiliyah, dan dalam suasana dimana mereka masih belum dapat menjauhi sepenuhnya ucapan-ucapan kotor dan keji. Tatkala mereka telah menganut Islam sepenuh hati dan mereka merasa tenteram dengannya serta mengetahui aturan-aturannya, dan paham atas ajaran-ajaran yang dibawa rasul Allah SWT. Maka di izinkanlah mereka oleh syari’at buat menziarahinya. Dan anjuran sunnah untuk berziarah itu berlaku baik untuk lelaki maupun perempuan. Karena dalam hadits ini tidak disebutkan kekhususan hanya untuk kaum lelaki saja.
b.      Keterangan Para Ulama
Di kutip dari kitab Makrifatul as-Sunan wal Atsar jilid 3 halaman 203 bab ziarah kubur disebutkan bahwa Imam Syafi’i telah mengatakan: “Ziarah kubur hukumnya tidak apa-apa (boleh). Namun sewaktu menziarahi kubur hendaknya tidak mengatakan hal-hal yang menyebabkan murka Allah”.
Al-Hakim an-Naisaburi dalam kitab Mustadrak Ala as-Shahihain jilid 1 halaman 377 menyatakan: “Ziarah kubur merupakan sunnah yang sangat ditekankan”.
Hal yang sama juga dapat di jumpai dalam kitab-kitab para ulama dan tokoh Ahlusunah, seperti :
Ø  Ibnu Hazm dalam kitab al-Mahalli jilid 5 halaman 160;
Ø  Imam Abu Hamid al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin jilid 4 halaman 531;
Ø  Abdurrahman al-Jaziri dalam kitab al-Fikh alal Madzahibil Arba’ah jilid 1 halaman 540 (dalam penutupan kajian ziarah kubur)
Dan masih banyak lagi ulama Ahlusunah lainnya. Atas dasar itulah Syeikh Manshur Ali Nashif dalam kitab at-Tajul Jami’ lil Ushul jilid 1 halaman 381 menyatakan: “Menurut mayoritas Ahlusunah dinyatakan bahwa ziarah kubur adalah sunnah”.
III.    KAJIAN HADITS
a.       Tuntutan jaman sekarang
Di abad sekarang ini, tidak sedikit masyarakat salah dalam memahami tentang pembolehan ziarah kubur. Masyarakat sekarang berziarah bukan bertujuan untuk mendoakan orang yang sudah meniggal dan untuk meningkatkan keimanan kepada Sang Pencipta tetapi kebanyakan dari mereka malah meminta-minta kepada penghuni kubur tersebut dan menyembah-nyembah penghuni kubur tersebut sehingga menbuat mereka kufur kepada Allah SWT. maka dari itu, tuntutan dijaman sekarang bagi masyarakat dan para pembawa kebenaran agama Allah SWT. haruslah memahami benar-benar tentang hadits-hadits yang membolehkannya ziarah kubur dan jangan sampai menyalahgunakannya hanya karena ingin memperkaya diri dengan kenikmatan duniawi.
Untuk itu, marilah semua untuk benar-benar memahami apa-apa yang disampaikan oleh Allah SWT. dalam kitab-Nya dan apa-apa yang disampaikan oleh Rasulullah saw. dalam haditsnya mengenai pembolehan berziarah dan jangan sampai salah dalam memahaminya sehingga membuat terjerumus kepada jurang kemusyrikan dan kekufuran kepada Sang Pencipta yaitu Allah SWT.
b.      Anjuran Hadits
Dari berbagai pemaparan tentang hadits yang telah dibahas diatas dapat dipahami bahwa Rasulullah saw. menganjurkan untuk berziarah kubur guna mengingat kematian dan akherat. Hal itu dikarenakan dengan ziarah kubur manusia akan mengingat akhirat. Dan dengan itu akan membuat manusia beriman untuk semakin ingat dengan Tuhannya. juga lebih meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Begitu juga beberapa fatwa para Imam madzhab fikih Ahlusunah wal Jama’ah yang membuktikan bahwa ziarah kubur diperbolehkan.
Akan tetapi, jangan sampai salah memahami tentang pembolehan ziarah tersebut sehingga membawa kepada kemusyrikan dan kekufuran kepada Allah SWT.

IV.    KESIMPULAN
Dari berbagai hadits-hadits yang telah dipaparkan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pada masa lalu nabi Muhammad saw. pernah melarang kepada kaumnya untuk tidak berziarah karena ditakutkan mereka malah kembali kepada kemusyrikan karena pada masa itu masyarakat mekah walaupun sudah masuk islam mereka belum sepenuh hati untuk memeluk islam mereka masih terpengaruhi oleh perbuatan-perbuatan yang terdahulu pada zamah jahiliyah juga masih dekatnya masa mereka dengan zaman jahiliyah, dan dalam suasana dimana mereka masih belum dapat menjauhi sepenuhnya ucapan-ucapan kotor dan keji. Tatkala mereka telah menganut Islam sepenuh hati dan mereka merasa tenteram dengannya serta mengetahui aturan-aturannya, dan paham atas ajaran-ajaran yang dibawa rasul Allah SWT. Maka di izinkanlah mereka oleh syari’at buat menziarahinya.
Dan dari pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para ulama Ahlusunah wal jama’ah mereka bersepakat bahwa ziarah kubur itu diperbolehkan dan bahkan dianjurkan guna mengingat kematian serta meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. akan tetapi jangan sampai menyalahgunakannya serta meminta-minta dan menyembah kepada ahli kubur sehingga membawa kepada kemusyrikan dan kekufuran.