Kamis, 08 Maret 2012

ASAL MULA PENCIPTAAN PEREMPUAN



A.                PENDAHULUAN

Secara definitif para ahli tafsir pada umumnya menyebut al-Qur’an sebagai: “ Kalamullah (kata-kata Allah) yang diturunkan melalui Jibril kepada Nabi Muhammad SAW, yang disampaikan kepada kita melalui rangkaian yang terpercaya (mutawwatir),  tertulis dalam mushaf. Membacanya dinilai sebagai ibadah (berpahala). Adalah keyakinan kaum muslimin bahwa al-Qur’an adalah wahyu Allah, kitab suci dan sumber paling utama dan otoritatif bagi aktifitas kehidupan sehari-hari. Didalamnya terkandung seluruh aspek yang dibutuhkan bagi kehidupan kaum muslimin yang akan mengantarkannya pada kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Al-Qur’an sendiri menyatakan diri sebagai kitab yang menjelaskan segala hal (tibyan li kulli syai’). 
Ayat-ayat berkenaan dengan penciptaan seluruh aspek kehidupan pun dibahas dalam al-Qur’an. Dalam makalah ini kami menitik beratkan pada ayat-ayat perihal penciptaan perempuan. Ayat-ayat yang berbicara mengenai  penciptaan perempuan menyebar dalam sejumlah surah al-Qur’an.  Antara lain an-Nisa (4):1, al-A’raf (7): 189,  Al-Hujurat (49): 13, al-Mumtahanah (60):10, al-Ahzab (33): 58, al-Buruj (85): 10 dan Muhammad (47): 19, al-Zumar (39): 6. 
Makalah ini membahas beberapa ayat tentang penciptaan perempuan  dikhususkan QS. Al-Nisa (4):1, QS. Al-A’raf (7): 189 dan QS. Al-Zumar (39):6 beserta tafsiran para mufassir mengenai ayat – ayat diatas.
   
B.                 PEMBAHASAN
1.                  Ayat dan Terjemahnya
v    QS. Al-Nisa (4) : 1

$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# (#qà)®?$# ãNä3­/u Ï%©!$# /ä3s)n=s{ `ÏiB <§øÿ¯R ;oyÏnºur t,n=yzur $pk÷]ÏB $ygy_÷ry £]t/ur $uKåk÷]ÏB Zw%y`Í #ZŽÏWx. [ä!$|¡ÎSur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# Ï%©!$# tbqä9uä!$|¡s? ¾ÏmÎ/ tP%tnöF{$#ur 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3øn=tæ $Y6ŠÏ%u ÇÊÈ  
Terjemah:  “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”

v    QS. Al-A’raf (7) : 189

* uqèd Ï%©!$# Nä3s)n=s{ `ÏiB <§øÿ¯R ;oyÏnºur Ÿ@yèy_ur $pk÷]ÏB $ygy_÷ry z`ä3ó¡uŠÏ9 $pköŽs9Î) ( $£Jn=sù $yg8¤±tós? ôMn=yJym ¸xôJym $ZÿÏÿyz ôN§yJsù ¾ÏmÎ/ ( !$£Jn=sù Mn=s)øOr& #uqt㨊 ©!$# $yJßg­/u ÷ûÈõs9 $oYtGøŠs?#uä $[sÎ=»|¹ ¨ûsðqä3uZ©9 z`ÏB šúï̍Å3»¤±9$# ÇÊÑÒÈ  
Terjemah: Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan isterinya, agar Dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah Dia merasa ringan (Beberapa waktu). kemudian tatkala Dia merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: "Sesungguhnya jika Engkau memberi Kami anak yang saleh, tentulah Kami terraasuk orang-orang yang bersyukur".

v    QS. Al-Zumar (39) : 6

/ä3s)n=s{ `ÏiB <§øÿ¯R ;oyÏnºur §NèO Ÿ@yèy_ $pk÷]ÏB $ygy_÷ry tAtRr&ur /ä3s9 z`ÏiB ÉO»yè÷RF{$# spuŠÏZ»yJrO 8lºurør& 4 öNä3à)è=øƒs Îû ÈbqäÜç/ öNà6ÏG»yg¨Bé& $Z)ù=yz .`ÏiB Ï÷èt/ 9,ù=yz Îû ;M»yJè=àß ;]»n=rO 4 ãNä3Ï9ºsŒ ª!$# öNä3š/u çms9 à7ù=ßJø9$# ( Iw tm»s9Î) žwÎ) uqèd ( 4¯Tr'sù tbqèùuŽóÇè? ÇÏÈ  
Terjemah: Dia menciptakan kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan daripadanya isterinya dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari binatang ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan,  yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang mempunyai kerajaan. tidak ada Tuhan selain dia; Maka bagaimana kamu dapat dipalingkan?

2.                  Penafsiran Para Mufassir

v  QS. Al-Nisa (4) : 1
a.                   Tafsir Al-Mawadih Al-Muyassar
Adam dan hawa diciptakan dari asal yang satu. Hawa dicitakan dari salah satu tulang rusuk Adam as. Ayat ini menunjukkan bahwa Allah Maha Kuasa menciptakan yang hidup dari sesuatu yang hidup, sebagaimana mampu menciptakan yang hidup dari sesuatu yang mati, yakni ketika diciptakannya Adam dari tanah. 
b.                  Tafsir Al-Misbah
Dalam ayat terdapat kalimat ( ) min nafsin wahidah, mayoritas ulama memahaminya dalam arti Adam as. Dan ada juga yang memahaminya dalam arti jenis manusia lelaki dan wanita. Syekh Muhammad Abduh, al-Qasimi, dan beberapa ulama kontemporer a (lainnya memahaminya demikian, sehingga ayat ini sama dengan firman-Nya dalam QS. Al-Hujurat (49) : 13.
Memahami nafsin wahidah sebagai Adam as. Menjadikan kata () zaujaha, yang secara harfiah bermakna pasangannya, adalah isteri Adam as. Yang popular bernama Hawa. Pengertian inilah yang memberikan pemahaman kepada para mufassir bahwa isteri Adam diciptakan dari Adam sendiri. Pandangan ini kemudian melahirkan pandangan negatif terhadap perempuan dengan menyatakan bahwa perempuan adalah bagian dari laki-laki. Banyak penafsir menyatakan bahwa pasangan Adam itu diciptakan dari tulang rusuk Adam sebelah kiri yang bengkok. Pandangan ini diperkuat dengan hadis Rasul yang menyatakan: “saling wasiat mewasiatlah untuk berbuat baik kepada wanita. Karena mereka itu diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, kalau engkau membiarkannya dia tetap bengkok, dan bila engkau berupaya meluruskannya dia akan patah” (HR. At-Tirmidzi melalui Abu Hurairah).
Thabathaba’i dalam tafsirnya menulis bahwa QS. Al-Nisa (4) : 1 menegaskan bahwa perempuan (isteri Adam as.) diciptakan dari jenis yang sama dengan Adam, dan ayat tersebut sedikitpun tidak mendukung paham yang beranggapan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam. Memang tidak ada petunjuk dari al-Qur’an yang mengarah kesana, atau bahkan mengarah kepada penciptaan pasangan Adam dari unsur yang lain.
Ide kelahiran Hawa dari tulang rusuk Adam, menurut Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, timul dari apa yang termaktub dlam Perjanjian Lama (Kejadian II: 21-22) yang menyatakan bahwa, “ketika Adam tidur lelap, maka diambil oleh Allah sebilah tulang rusuknya, lalu ditutupkannya pula tempat itu dengan daging. Maka dari ulang yang telah dikeluarkan dari Adam itu, dibuat Tuhan seorang perempuan”.
Tulis Rasyid Ridha: “seandainya tidak tercantum kih kejadian Adam dan Hawa dalam Perjanjian Lama seperti redaksi di atas, niscaya pendapat yang menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam tidak pernah akan terlintas dalam benak seorang muslim”.
Lelaki lahir dari pasangan pria dan wanita, begitu juga wanita. Karena iu, tidak ada perbedaan dari segi kemanusiaan antara keduanya. Kekuatan lelaki dibutuhkan oleh wanita dan kelembutan wanita didambakan oleh pria. Jarum harus lebih kuat dari kain, dan kain harus lebih lembut dari jarum. Kalau tidak, jarum tidak akan berfungsi, dan kain pun tidak akan terjahit. Dengan berpasangan, akan tercipta pakaian yang indah, serasi dan nyaman.
Penegasan-Nya bahwa () khalaqa minha zaujaha/ Allah menciptakan darinya, yakni dari nafsin wahidah itu pasangannya; mengandung makna bahwa pasangan suami isteri hendaknya menyatu sehingga menjadi diri yang satu, yakni menyatu dalam perasaan dan pikirannya, dalam cita dan harapannya, dalam gerak dan langkahnya, bahkan dalam menarik dan dalam menghembuskan nafasnya.[1] 
v  Al-‘Araf (7) : 189
a.                   Tafsir Ibnu Abbas
Huwal ladzi khalaqalakum min nafsiw wahidatin ditafsirkan oleh Ibnu Abbas bahwa diri yang satu itu adalah Adam as. Wa ja’ala minha zaujaha dan dari diri Adam Allah swt menciptakan isteri Adam yakni Hawa.
Bila dilanjutkan penafsiran Ibnu Abbas hingga ujung ayat ini, liyaskuna ilaiha disebutkan pula tujuan penciptaan Hawa agar Adam merasa senang.  
b.                  Tafsir Al misbah
Dalam QS. Al-Nisa (4) : 1 telah dijelaskan makna kata nafsin wahidah, singkatnya, kata ini member kesan bahwa pasangan suami hendaknya menyatu menjadi satu jiwa, arah dan tujuan sehingga mereka benar-benar sehidup dan “semati” bersama. Karena, jiwa suami adalah juga jiwa isterinya.
Dalam tafsir ini kata () liyaskuna ilaiha/ agar ia merasa tenang kepadanya walaupun dari segi redaksional bermakna agar suami merasa tenang dan cenderung hatinya kepada isterinya, pada hakikatnya sebaliknya pun demikian, yakni agar isteri tenang dan cenderung hatinya kepada suaminya.
Kata () sakana adalah ketenangan yang didahului oleh kegelisahan. Ia terambil dari kata yang berarti ‘memotong’ karena ketenangan tersebut memotong dan mengakhiri kegelisahan. Dari sini lahir kata () sikkin yang berarti pisau.
Dalam sebuah hadits disebutkan Rasulullah SAW bersabda: “Diantara kebahagiaan anak Adam ada tiga, dan kesengsaraannya juga ada tiga. Di antara kebahagiaan anak Adam adalah wanita yang shalihah, rumah yang baik, dan kendaraan yang baik. Di antara kesengaraan anak Adam adalah wanita yang jahat, rumah yang buruk, dan kendaraan yang buruk.[2]
Kebahagiaan adalah mata air bagi keceriaan dan ketenangan. Wanita yang membahagiakan bagi pasangan hidupnya karena keberadaannya disamping suaminya, adalah sumber ketenangan dan kebahagiaan.
Kata () taghasysyaha/mencampurinya dari segi bahasa terambil dari kata () gasyia yang berarti menutup. Kata ini dipilih untuk melukiskan hubungan suci, sekaligus untuk menggambarkan bahwa hubungan itu hendaknya tertutup. 
v  Al-Zumar (39) : 6
a.                   Tafsir Al-Mawadih Al-Muyassar
Allah menciptakan seluruh manusia dengan kuasa-Nya. Kata min nafsin wahidah diartikan Oleh As-Shobuni dengan kata Adam. 
b.                  Tafsir al-Mawardi
Senada dengan imam Ali As-Shobuni dalam tafsir al-mawadhih al-Muyassar, al-Mawardi menyatakan bahwa makna nafsin wahidah adalah adam. Sehingga hal ini berarti bahwa Hawa diciptakan dari Adam oleh Allah swt. Lebih jelas, al-Mawardi menyatakan bahwa penciptaan Hawa trbagi kedalam dua pendapat yang berbeda. Pertama, Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam yang paling bawah. Kedua,Hawa diciptakan dari bahan yang sama dengan Adam as. 
c.                   Tafsir Al-Misbah
Setelah menegaskan penciptaan-Nya terhadap makhluk-makhluk tak bernyawa, kini disebutkan ciptaan-Nya menyangkut makhluk hidup dengan menguraikan penciptaan manusia yang diajak oleh ayat-ayat yang lalu untuk mengesakan Allah dan memurnikan kepatuhan kepada-Nya.
Ayat di atas menggunakan kata () khalaqa ketika berbicara tentang penciptaan nafs dan menggunakan kata () ja’ala ketika menjelaskan tentang kejadian pasangan. Setelah memperhatikan penggunaan al-Qur’an terhadap kedua kata tersebut, penulis memperoleh kesan bahwa kata () khalaqa biasa digunakan untuk menekankan kehebatan Allah dalam ciptaan-Nya. Dalam konteks ayat ini adalah penciptaan nafs. Sedang kata () ja’ala digunakan untuk menekankan mamfaat yang diperoleh dan harus ditarik manusia dari dijadikannya sesuatu itu. Dalam konteks di atas adalah pasangan manusia.
  
C.                 KESIMPULAN
Melalui pendekatan kontektual oleh beberapa penafsir di atas, dapat disimpulkan bahwa, mayoritas mufassir menyatakan penciptaan perempuan, khususnya Hawa, ialah dari Adam, dengan menafsirkan kata nafsin wahidah sebagai Adam as. Namun adapula yang berpendapat bahwa nafsin wahidah diartikan bahwa Hawa diciptakan dari sesuatu yang semisal dengan penciptaan Adam. Lebih jauh Sayyid Quttub menyatakan bahwa jika saja manusia memperhatikan dirinya, dia akan menemukan bahwa manusia memiliki tabiat yang sama, ciri-ciri yang sama yang membedakannya dngan makhluk-makhluk lain dan dia menemukan juga bahwa semua individu dari jenis manusia terhimpun dalam kesatuan ciri-ciri itu. Karena itu jiwa seorang manusia adalah satu dalam ratusan juta manusia yang tersebar di ersada bumi ini dan yang dicakup oleh semua generasi di seluruh tempat dan waktu. Pasangannya pun demikian. Perempuan bertemu dengan lelaki dalam ciri-ciri kemanusiaan yang umum, kendati terdapat perbedaan-perbedaan dalam perincian ciri-ciri itu. Ini semua mengisyaratkan kesatuan manusia- lelaki dan perempuan, dan mengisyaratkan pula kesatuan kehendak Pencipta jiwa yang satu itu dalam kejadian kedua jenis kelamin manusia, begitulah keterangan Sayyid Quttub untuk kata nafsin wahidah. 
Di luar pendekatan kontekstual di atas pendekatan lain juga bisa digunakan. Misalnya dengan menganalisis makna kebahasaan. Dalam pendekatan ini dinyatakan bahwa pemaknaan atas sebuah teks bahasa tidaklah selalu tunggal. Makna teks bahasa juga mengalami perkembangan. Dalam banyak pandangan kata ar-Rijâl diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan laki-laki tanpa memberikan penjelasan apakah ia berarti laki-laki dalam konotasi biologis atau gender. Analisis bahasa menunjukkan bahwa ia pada umumnya berarti laki-laki dalam konotasi gender. Untuk perempuan bermakna
gender disebut dengan kata an-Nisa. Kata laki-laki dalam makna biologis disebutkan oleh al-Qur’ân dengan kata adz-dzakar. Kata ini dalam berbagai bentuknya disebutkan al-Qur’ân sebanyak 18 kali dan lebih banyak digunakan untuk menyatakan laki-laki sebagai makhluk biologis. Sementara untuk biologis perempuan disebut al-untsâ.
Kata lain dalam al-Qur’ân yang menunjukkan perempuan disebut al-mar’ah atau alimra’ah. Menurut Ibnu Anbari kata al-mar’ah atau al-imra’ah mempunyai arti yang sama yaitu perempuan secara gender, tetapi biasanya digunakan untuk yang sudah dewasa atau matang. Dr. Nasaruddin Umar dalam bukunya “Argumen Kesetaraan Jender; Perspektif Al-Qur’ân”, berkesimpulan bahwa: “kata ar-Rajul tidak identic dengan kata adzdzakar. Semua kata ar-rajul termasuk katagori adz-dzakar tetapi tidak semua adz-dzakar termasuk katagori ar-rajul. Demikian pula kata al-mar’ah/al-imra’ah atau an-nisâ tidak identik dengan kata al-untsâ. Semua kata al-mar’ah/al-imra’ah atau an-nisâ termasuak katagori al-untsa tetapi tidak semua al-untsa termasuk katagori al-mar’ah/al-imra’ah atau An-Nisâ. Seorang laki-laki disebut ar-rajul atau perempuan disebut al-mar’ah/al imra’ah atau nisa manakala memenuhi kriteria-kriteria sosial dan budaya tertentu seperti berumur dewasa, telah berumahtangga atau telah mempunyai peran tertentu di masyarakat dan seterusnya.





[1] M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah. Hal, 313-316
[2] HR Ahmad, At-Thabrani. Al-Bazar, Al-Hakim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar