Jumat, 23 November 2012

Etika Bisnis dalam Paradigma Al-Quran


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Hubungan sosial dalam dunia islam mencermirkan pula taraf perkembangan ekonomi negara yang bersangkutan, dan dengan majunya perkembangan ekonomi negara-neara tersebut beransur-angsur akan dipengaruhi oleh sikap dan perilaku dunia barat dan berubahnya apa yang disebut masyarakat modern. Rupanya terdapat anggapan bahwa adanya pertentangan antara perkembangan atau kemajuan dengan nilai-nilai tradisional, dan nilai ini menjadi kuno dengan berlangsungannya kemajuan. Dikalangan umat islam terdapat perbedaan pendapat mengenai pemahaman benar atau tidaknya pertentangan tersebut. Ada pihak yang beranggapan bahwa kemajuan ekonomi memupuk paham materialisme yang merusak hakikat kerohanian masyarakat islam. Karena itu, mereka berpendapat bahwa gaya hidup sederhana lah yang lebih baik[1].
Padahal sesungguhnya tidak, islam mengatur urusan dunia dan akhirat. Di sisi lain islam mengurus masalah ibadah, bagaimana mencari pahala dan amaliah-amaliah yang harus dilakukan untuk melaksanakan kewajiban kepada Allah swt. Tetapi, di sisi lain juga islam mengurus masalah keduniaan yaitu mengenai cara memeproleh rezeki, cara bertransaksi dengan baik dan hukum perniagaan yang sesuai dengan syariat islam yang tetunya dapat memberikan keuntungan dan kepuasan bagi semua pihak.
Namun, masyarakat luas masih merasa asing dengan wacana ini, karena anggapan mereka yang melihat islam dari satu sisi saja yaitu dalam aspek ibadah hablum minallah, padahal manusia juga harus memerhatikan aspek hablum minannas, dimana salah satunya manusia harus melakukan transaksi dan perniagaan yang dapat mendukung sarana peribadatan mereka, bahkan didalam beberapa surat didalam ayat Al-qur’an, mencari rezeki merupakan sebuah kewajiban dan diperintah secara langsung oleh Allah swt. 

B.     Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah yang tedapat didalam makalah ini adalah:
-             Apa itu Bisnis?
-             Bagaimana islam memandang persoalan bisnis?
-             Ayat-ayat Al-Qur’an mana sajakah yang membahsa mengenai bisnis?
-             Bagaiman etika dalam bisnis menurut islam?  

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
-          Akademis, untuk memenuhi kewajiban sebagai mahsiswa yaitu melaksanakan tugas yang telah diberikan oleh bpk/ibu dosen mata kuliah Tafsir IV
-          Praktis, untuk mengetahui bagaiman konsep islam mengnai al-qur’an dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari
 

BAB II
PEMBAHASAN

1.        Pengertian Bisnis secara umum
Secara umum bisnis diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan atau rezeki dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya dengan cara mengelola sumber daya ekonomi secara efektif dan efisien[2]. Skinner mendefinisikan bisnis sebagai pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling menguntungkan atau memberi manfaat. Menurut Anoraga dan Soegiastuti, bisnis memiliki makna dasar sebagai ”the buying and selling of goods and services”. Adapun dalam pandangan Straub dan Attner, bisnis taka lain adalah suatu organisasi yang menjalankan aktivitas produksi dan penjualan barang-barang dan jasa-jasa yang diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh profit.

2.        Pengertian bisnis dalam Al-qur’an
Kata bisnis dalam Al-Qur’an yaitu al-tijarah dan dalam bahasa arab tijaraha, berawal dari kata dasar t-j-r, tajara, tajran wa tijarata, yang bermakna berdagang atau berniaga. At-tijaratun walmutjar yaitu perdagangan, perniagaan (menurut kamus al-munawwir).
Menurut ar-Raghib al-Asfahani dalam al-mufradat fi gharib al-Qur’an , at-Tijarah bermakna pengelolaan harta benda untuk mencari keuntungan.
Menurut Ibnu Farabi, yang dikutip ar-Raghib , fulanun tajirun bi kadza, berarti seseorang yang mahir dan cakap yang mengetahui arah dan tujuan yang diupayakan dalam usahanya.
Al-Qur’an dalam mengajak manusia untuk mempercayai dan mengamalkan tuntutan-tuntutannya dalam segala aspek kehidupan seringkali menggunakan istilahistilah yang dikenal dalam dunia bisnis, seperti jual-beli, untung-rugi dan sebagainya. Dalam surat at-Taubah ayat 111 ditegaskan bahwa, ”Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin harta dan jiwa mereka... Siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) Allah maka bergembiralah dengan jual-beli yang kamu lakukan. Dan itulah kemenangan yang besar.
Pada ayat ini orang yang hanya bertujuan keuntungan semata dalam hidupnya, ditantang dengan tawaran suatu bursa yang tidak mengenal kerugian dan penipuan[3]. Dijelaskan pula bahwa al-Qur’an tidak memberi peluang sedikitpun untuk menganggur dalam kehidupan dunia.
Dalam surah Al-insyirah ayat 5 dan 6  ditegaskan “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” yang disebut dua kali. Hal ini merupakan prinsip usaha tanpa adanya keputusasaan. Selain itu dalam diri manusia terdapat fitrah yang dihiaskan kepada manusia yaitu, hubb asy-syahawat QS. Ali-Imran ayat 14 yang merupakan bahan bakar yang melahirkan dorongan bekerja, tetapi bekerja asal bekerja tetapi bekerja yang serius sehingga melahirkan keletihan. Penggunaan kata asy-syahawat, mengandung pengertian bahwa, segala aktivitas manusia memerlukan daya, melangkahkan kaki atau menunjuk dengan jaripun memerlukan daya[4].
Dengan demikian prinsip dasar hidup yang ditekankan al-Qur’an adalah kerja dan kerja keras[5]. Dalam surah An-najm ayat 39 dijelaskan  “Dan bahwasanya seorang manusia tiada yang akan memperoleh kecuali selain apa (hasil) yang diusahakannya sendiri”. Selain itu bekerja oleh al-Qur’an dikaitkan dengan iman. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara iman dan kegiatan bagaikan hubungan antara akar tumbuhan dan buahnya. Ditegaskan al-Qur’an bahwa, amal-amal yang tidak disertai iman tidak akan berarti di sisi-Nya. Karena itu dalam surat al-Jumu’ah ayat 9-10, al-Qur’an memerintahkan; yang artinya,
“ Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual-beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan sembahyang maka bertebaranlah di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
 Ayat ini memberi pengertian agar berbisnis (mencari kelebihan karunia Allah) dilakukan setelah melakukan shalat dan dalam pengertian tidak mengesampingkan dan tujuan keuntungan yang hakiki yaitu keuntungan yang dijanjikan Allah. Karena itu walaupun mendorong melakukan kerja keras atau bisnis, al-Qur’an menggarisbawahi bahwa dorongan yang seharusnya lebih besar adalah memperoleh apa yang berada di sisi Allah. Atas dasar hal ini maka, pandangan orang yang bekerja dan berbisnis harus melampaui masa kini, dan masa depannya yang dekat. Dengan demikian visi masa depan dalam berbisnis merupakan etika pertama dan utama yang digariskan al-Qur’an, sehingga pelaku-pelakunya tidak sekedar mengejar keuntungan sementara yang akan segera habis tetapi selalu berorientasi masa depan[6].
Dari sudut pandang terminologis tentang bisnis, al-Qur’an mempunyai terma-Rekonstruksi Etika Bisnis: Perspektif Al-Qur’an terma yang mewakili apa yang dimaksud dengan bisnis. Terma-terma itu adalah altijarah, al-bai’u, tadayantum, dan isytara. Selain terma-terma ini bila ditelusuri lebih lanjut masih terdapat pula terma-terma lain yang dapat dianggap mempunyai persesuaian maksud dengan bisnis, seperti ta’kulu, infaq, al-ghard. Hanya sama dalam tulisan ini membatasi pada empat terma di atas. Terma tijarah, berawal dari kata dasar t-j-r, tajara, tajran wa tijaratan, yang bermakna berdagang, berniaga. At-tijaratun walmutjar; perdagangan, perniagaan, attijariyy wal mutjariyy; mengenai perdaganganatau perniagaaan[7].
Menurut ar-Raghib al-Asfahani dalam alMufradat fi gharib al-Qur’an, at-tijarah bermakna pengelolaan harta benda untuk mencari keuntungan. Demikian pula menurut Ibnu Arabi, yang dikutip ar-Raghib; fulanun tajirun bi kadza, berarti seseorang yang mahir dan cakap yang mengetahui arah dan tujuan yang diupayakan dalam usahanya[8].

3.        Konsep Bisnis dalam Islam
Islam memberikan konsep bisnis ialah sebuah amaliah yang dipahami sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram).
Pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa Islam mewajibkan setiap muslim, khususnya yang memiliki tanggungan untuk bekerja. Bekerja merupakan salah satu sebab pokok yang memungkinkan manusia memiliki harta kekayaan. Untuk memungkinkan manusia berusaha mencari nafkah, Allah Swt melapangkan bumi serta menyediakan berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan untuk mencari rizki.

Ada beberapa terma dalam al-Qur’an yang berkaitan dengan konsep bisnis. Diantaranya adalah kata : al Tijarah, al-bai’u, tadayantum, dan isytara.
Term tijarah, berawal dari kata dasar t-j-r, tajara, tajran wa tijaratan, yang bermakna berdagang, berniaga. At-tijaratun walmutjar; perdagangan atau perniagaan, attijariyyu wal mutjariyyu; yang berarti mengenai perdagangan atau perniagaan.
Dalam al-Qur’an terma tijarah ditemui sebanyak delapan kali dan tijaratuhum sebanyak satu kali. Bentuk tijarah terdapat dalam surat al-Baqarah (2): 282, an-Nisa (4): 29, at-Taubah (9): 24, an-Nur (24): 37, Fatir (35): 29, as-Shaff (61): 10, pada surat al-Jum’ah (62): 11 (disebut dua kali).
Adapun Tijaratuhum pada surat al-Baqarah (2): 16 dan 27 Dalam penggunaan kata tijarah pada ayat-ayat di atas terdapat dua macam pemahaman. Pertama, dipahami dengan perdagangan yaitu pada surat al-Baqarah (2): 282. Kedua, dipahami dengan perniagaan dalam pengertian umum, dihubungkan dengan konteksnya masing-masing adalah pengertian perniagaan tidak hanya berhubungan dengan hal-hal yang bersifat material atau kuantitas, tetapi perniagaan juga ditujukan kepada hal yang bersifat immaterial.

4.        Ayat-Ayat Al-Qur’an Yang Membahas Mengenai Bisnis
Berikut adalah beberapa ayat-ayat yang menjelaskan mengenai segala jenis bisnis dan perniagaan:
1.         QS. Al-Baqarah : 282
Yang Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[9] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”

2.         QS. An-Nisaa : 29
Yang Artinya :“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu[10]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. “
Allah SWT melarang hamba-hamba-Nya yang mukmin memakan harta sesamanya dengan cara yang bathil dan cara mencari keuntungan yang tidak sah dan melanggar syari'at seperti riba, perjudian dan yang serupa dengan itu dari macam-macam tipu daya yang tampak seakan-akan sesuai dengan hukum syari'at tetapi Allah mengetahui bahwa apa yang dilakukan itu hanya suatu tipu muslihat dari sipelaku untuk menghindari ketentuan hokum yang telah digariskan oleh syari'at Allah. Allah mengecualikan dari larangan ini pencaharian harta dengan jalan perdagangan (perniagaan) yang dilakukan atas dasar suka sama suka oleh kedua belah pihak yang bersangkutan.

3.       QS At-Taubah : 24
Yang Artinya :“ Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. “

Allah SWT memerintahkan orang-orang mukmin menjauhi orang-orang kafir, walaupun mereka itu bapak-bapak, anak-anak, atau saudara-saudara mereka sendiri, dan melarang untuk berkasih saying kepada mereka yang masih lebih mengutamakan kekafiran mereka daripada beriman.

4.         QS An-Nur : 37
Yang Artinya :“ Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. “

Allah SWT berfirman menceritakan tentang hamba-hamba-Nya dan memperoleh pancaran nur iman dan takwa di dada mereka, bahwa mereka itu tekun dalam ibadahnya, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan selalu beri'tikaf di dalam masjidbertasbih, bertahmid dan bertahlil. Mereka sekali-kali tidak tergoda dan tidak akan dilalaikan dari ibadah itu, kegiatan yang mereka lakukan untuk mencari nafkah, berusaha dan berdagang (berniaga). Mereka itu benar-benar cakap membagi waktu di antara kewajiban ukhrawi dan kewajiban duniawi, sehingga tidak sedikitpun tergesr amal dan kewajiban ukhrawi mereka oleh usaha duniawi mereka.

5.         QS Fatir : 29
Yang Artinya :“ Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang kami anuge- rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, “

Allah SWT berfirman tentang hamba-hamba-Nya yang mukmin yang selalu membaca kitab Allah dengan tekunnya, beriman bahwasanya kitab itu adalah wahyu dari sisi-Nya kepada Rasul-Nya dan mengerjakan apa yang terkandung di dalamnya seperti perintah shalat dan menafkahkan sebagian rezeki yang Allah karuniakan kepadanya untuk tujuan-tujuan yang baik yang membawa ridha Allah dan restu-Nya, menafkahkan secara diam-diam tidak diketahui orang lain atau secara terang-terangan, mereka itulah dapat mengharapkan perdagangan (perniagaan) yang tidak akan merugi dan akan disempurnakanlah oleh Allah pahala mereka serta akan ditambah bagi mereka karunia-Nya berlipat ganda. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri amal-amal baik hamba-hamba-Nya yang sekecil-kecilnya pun.

6.         QS As-Shaff : 10
Yang Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? “

7.         QS Al-Jumu’ah : 11
Yang Artinya : “ Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan", dan Allah sebaik-baik pemberi rezeki. “

5.        Etika Bisnis dalam Islam
Ø  Definisi Etika
Etika merupakan salah satu disiplin pokok dalam filsafat, ia merefleksikan bagaimana manusia harus hidup agar berhasil menjadi sebagai manusia. Etika (ethics) yang berasal dari bahasa Yunani ethikos mempunyai beragam arti : petama, sebagai analisis konsep-konsep mengenai apa yang harus, mesti, ugas, aturan-aturan moral, benar, salah, wajib, tanggung jawab dan lain-lain. Kedua, pencairan ke dalam watak moralitas atau tindakan-tindakan moral. Ketiga, pencairan kehidupan yang baik secara moral.
Menurut K. Bertens dalam buku Etika, merumuskan pengertian etika kepada tiga pengertian juga; Pertama, etika digunakan dalam pengertian nilai-niai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Kedua, etika dalam pengertian kumpulan asas atau nilai-nilai moral atau kode etik. Ketiga, etika sebagai ilmu tentang baik dan buruk Menurut Ahmad Amin memberikan batasan bahwa etika atau akhlak adalah ilmu yang menjelaskan arti yang baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.

Ø  Etika Bisnis Islami
Etika bisnis lahir di Amerika pada tahun 1970 an kemudian meluas ke Eropa tahun 1980 an dan menjadi fenomena global di tahun 1990 an jika sebelumnya hanya para teolog dan agamawan yang membicarakan masalah-masalah moral dari bisnis, sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis disekitar bisnis, dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang meliputi dunia bisnis di Amerika Serikat, akan tetapi ironisnya justru negara Amerika yang paling gigih menolak kesepakatan Bali pada pertemuan negara-negara dunia tahun 2007 di Bali. Ketika sebagian besar negara-negara peserta mempermasalahkan etika industri negara-negara maju yang menjadi sumber penyebab global warming agar dibatasi, Amerika menolaknya. Jika kita menelusuri sejarah, dalam agama Islam tampak pandangan positif terhadap perdagangan dan kegiatan ekonomis.
Nabi Muhammad SAW adalah seorang pedagang, dan agama Islam disebarluaskan terutama melalui para pedagang muslim. Dalam Al Qur’an terdapat peringatan terhadap penyalahgunaan kekayaan, tetapi tidak dilarang mencari kekayaan dengan cara halal seperti yang telah ditulis didalam Al-qur’an surah Al-baqarah ayat 275
Yang Artinya :“ Orang-orang yang makan (mengambil) riba[11] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[12]. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu[13](sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
Islam menempatkan aktivitas perdagangan dalam posisi yang amat strategis di tengah kegiatan manusia mencari rezeki dan penghidupan. Hal ini dapat dilihat pada sabda Rasulullah SAW: ”Perhatikan oleh mu sekalian perdagangan, sesungguhnya di dunia perdagangan itu ada sembilan dari sepuluh pintu rezeki”.
Dawam Rahardjo justru mencurigai tesis Weber tentang etika Protestantisme, yang menyitir kegiatan bisnis sebagai tanggungjawab manusia terhadap Tuhan mengutipnya dari ajaran Islam. Kunci etis dan moral bisnis sesungguhnya terletak pada pelakunya, itu sebabnya misi diutusnya Rasulullah ke dunia adalah untuk memperbaiki akhlak manusia yang telah rusak. Seorang pengusaha muslim berkewajiban untuk memegang teguh etika dan moral bisnis Islami yang mencakup Husnul Khuluq. Pada derajat ini Allah akan melapangkan hatinya, dan akan membukakan pintu rezeki, dimana pintu rezeki akan terbuka dengan akhlak mulia tersebut, akhlak yang baik adalah modal dasar yang akan melahirkan praktik bisnis yang etis dan moralis. Salah satu dari akhlak yang baik dalam bisnis Islam adalah kejujuran sesuai dengan Qur’an surah Al Ahzab ayat 70-71.
Yang Artinya :“ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah perkataan yang benar, “
“ Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya ia Telah mendapat kemenangan yang besar. “
Sebagian dari makna kejujuran adalah seorang pengusaha senantiasa terbuka dan transparan dalam jual belinya
”Tetapkanlah kejujuran karena sesungguhnya kejujuran mengantarkan kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan mengantarkan kepada surga”.
Akhlak yang lain adalah amanah, Islam menginginkan seorang pebisnis muslim mempunyai hati yang tanggap, dengan menjaganya dengan memenuhi hak-hak Allah dan manusia, serta menjaga muamalah nya dari unsur yang melampaui batas atau sia-sia. Seorang pebisnis muslim adalah sosok yang dapat dipercaya, sehingga ia tidak menzholimi kepercayaan yang diberikan kepadanya
”Tidak ada iman bagi orang yang tidak punya amanat (tidak dapat dipercaya), dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janji”, ”pedagang yang jujur dan amanah (tempatnya di surga) bersama para nabi, Shiddiqin (orang yang jujur) dan para syuhada”
Sifat toleran juga merupakan kunci sukses pebisnis muslim, toleran membuka kunci rezeki dan sarana hidup tenang. Manfaat toleran adalah mempermudah pergaulan, mempermudah urusan jual beli, dan mempercepat kembalinya modal
”Allah mengasihi orang yang lapang dada dalam menjual, dalam membeli serta melunasi hutang” .
Konsekuen terhadap akad dan perjanjian merupakan kunci sukses yang lain dalam hal apapun sesungguhnya Allah memerintah kita untuk hal itu, Allah berfirman dalam surah Al-maidah ayat 1
Yang Artinya :“ Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu[14]. dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.”
 Dan juga dalam surah Al-Israa ayat 34
Yang Artinya : “ Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya. “
Menepati janji mengeluarkan orang dari kemunafikan sebagaimana sabda Rasulullah
”Tanda-tanda munafik itu tiga perkara, ketika berbicara ia dusta, ketika sumpah ia mengingkari, ketika dipercaya ia khianat”.
  
BAB III
KESIMPULAN
A.    Kesimpulan
Sebagai akhir dari makalah ini, akan diajukan sebuah persoalan bagaimanakah relevansi etika bisnis dalam upaya membangun bisnis yang islami untuk menghadapi tantangan bisnis di masa depan. Sebahagian besar wilayah kehidupan kita, telah sekian lama didominasi oleh pandangan hidup Materialisme pada satu sisi dan pandangan keterpisahan antara kehidupan dunia dan kehidupan agama. Kedua sisi ini harus disadari telah membenamkan kesadaran kita kepada ‘keyakinan’ bahwa bisnis merupakan aktivitas duniawi yang hanya diperuntukan bagi pemenuhan kebutuhan hidup yang bersifat jasmaniah semata.
Karena itu untuk melakukan suatu perubahan diperlukan pertama, suatu rekonstruksi kesadaran baru tentang bisnis. Bisnis baik sebagai aktivitas yakni yang dilakukan oleh perseorangan maupun entitas bisnis yang dilakukan melalui organisasi atau perusahaan, kesemuanya bukanlah semata-mata bersifat duniawi semata. Pandangan bahwa etika bisnis sebagai bagian tak terpisahkan atau menyatu merupakan struktur fundamental sebagai perubah terhadap anggapan dan pemahaman tentang “kesadaran system bisnis amoral” yang telah memasyarakat.
Dalam al-Qur’an, bisnis disebut sebagai aktivitas manusia yang bersifat material juga immaterial yang sekaligus dalamnya terdapat nilai-nilai etika bisnis. Dengan demikian suatu bisnis dapat disebut bernilai, bila kedua tujuannya yaitu pemenuhan kebutuhan material dan spiritual telah dapat terpenuhi secara seimbang. Hakikat bisnis adalah semua bentuk-bentuk perilaku bisnis yang terbebas dari kandungan prinsip kebatilan, kerusakan dan kezaliman. Sebaliknya terisi dengan nilai kesatuan, kehendak bebas, pertanggung-jawaban, kesetimbangan dan keadilan serta kebenaran (kebajikan dan kejujuran).
Dengan padangan kesatuan bisnis dan etika, pemahaman atas prinsip-prinsip etika bisnis dan pemahaman tentang prinsipprinsip yang melandasi praktek-praktek mal bisnis, dengan demikian implementasi etika bisnis dapat mengejawantah oleh siapapun, kapanpun, dimanapun serta tidak terbatasi oleh pergeseran dan perkembangan mediamedia bisnis seperti, pasar bebas atau ebussiness, sekalipun. Bisnis pada hakikatnya berada dalam suatu cakrawala bahwa semua jenis kegiatan bisnis pada dasarnya dibolehkan, kecuali yang secara jelas bertentangan dengan nilai-nilai etika bisnis atau yang secara tegas dilarang oleh Syari’at. Adapun batasan wilayah bisnis yang bertentangan dengan etika bisnis atau larangan syari’at dapat diketahui demi kebaikan Rekonstruksi Etika Bisnis para pelaku bisnis maupun masyarakat. Pengguna dengan keadilan dan kejujuran serta untuk menghilangkan kebathilan, kerusakan dan kezaliman. Dengan demikian ketiga prinsip landasan praktek mal-bisnis, yaitu kebatilan, kerusakan dan kezaliman dapat dijadikan tolok ukur apakah suatu bisnis termasuk ke dalam wilayah yang bertentangan dengan etika bisnis atau tidak. Bisnis adalah baik dan benar kecuali yang mengandung kebatilah, kerusakan atau kedzaliman. Hal kedua, yang patut dipertimbangkan dalam upaya pengejawantahan etika bisnis untuk membangun tatanan bisnis yang Islami yaitu diperlukan suatu cara pandang baru dalam melakukan kajian-kajian keilmuan (bisnis dan ekonomi) yang lebih berpijak pada paradigma pendekatan normatifetik sekaligus empirik induktif yang mengedepankan penggalian dan pengembangan nilai-nilai al-Qur’an, agar dapat mengatasi perubahan dan pergeseran zaman yang semakin cepat. Atau dalam kategori pengembangan ilmu pengetahuan modern harus dikembangkan dalam pola pikir abductive pluralistic (Abdullah, 2000: 88-94).
Dengan pola pikir ini pengembangan ilmuilmu keislaman akan menjadi tajam dan proaktif terhadap persoalan-persoalan kontemporer dan dapat mentransformasikan norma-norma dan nilai-nilai agama ke dalam bingkai keilmuan sebagai cultural force.




[1]  Rodney Wilson, Bisnis menurut islam teori dan praktek, (PT Intermassa, 1988), hal 8
[2] Adiwarman Karim, Ekonomi Islam, Suatu Kajian Ekonomi Makro, (Jakarta: IIIT Indonesia, 2002), hlm.3.

[3] Quraish Shihab, “Etika Bisnis dalam Wawasan al-Qur’an”, Jurnal Ulumul Qur’an, No. 3/VII. Hal 4-5
[4] Quraish Shihab, “Etika Bisnis dalam Wawasan al-Qur’an”, Jurnal Ulumul Qur’an, No. 3/VII. Hal 6
[5] Quraish Shihab, “Etika Bisnis dalam Wawasan al-Qur’an”, Jurnal Ulumul Qur’an, No. 3/VII. Hal 5-6

[6] Quraish Shihab, “Etika Bisnis dalam Wawasan al-Qur’an”, Jurnal Ulumul Qur’an, No. 3/VII. Hal 4-5
[7] Ahmad Warson, Kamus al-Munawwir, Yogyakarta: 1984, hal 139
[8] Mustafa Al-Maraghi, Tafsir AlMaraghi, pent. Bahrum dkk. Semarang: 1998, hal 73
[9] Bermuamalah ialah seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya.

[10] larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, Karena umat merupakan suatu kesatuan.

[11] Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya Karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. riba yang dimaksud dalam ayat Ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman Jahiliyah.
[12] Maksudnya: orang yang mengambil riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan.
[13] riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan.

[14] Aqad (perjanjian) mencakup: janji prasetia hamba kepada Allah dan perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar