Pengaruh
Qiraat Sab’ah Terhadap Makna dan Penafsiran Al-Qur’an
Permasalahan : Bagaimanakah
pengaruh qiraat sab’ah terhadap makna dan penafsiran Al-Qur’an?
Latar Belakang
Masalah
Telah menjadi keyakinan bagi
seluruh umat islam di dunia bahwa kitab suci Al-Quran adalah kitab suci
terakhir yang diturunkan Allah SWT kepada seluruh umat manusia, yang
disampaikan kepada nabi penutup dari semua para nabi yaitu Nabi Muhammad SAW
lewat perantara malaikat jibril dalam bahasa arab yang bermutu tinggi, guna
menjadi pedoman hidup bagi seluruh umat manusia.
Kitab suci Al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT
kepada Nabi Muhammad SAW sebagian besar melalui suara atau bacaan yang disampaikan
oleh Malaikat Jibril.
Rasulullah SAW menyampaikan
ayat-ayat yang diterimanya itu kepada para sahabatnya juga melalui ucapan atau
secara lisan. Penyampaian selanjutnya dari sahabat kepada tabi’in dan untuk
seterusnya berlanjut dari satu generasi ke generasi berikutnya, Al-Qur’an
selalu disampaikan dengan lisan.
Bangsa Arab sejak dahulu
mempunyai lahjah (dialek) yang beragam antara satu kabilah dengan kabilah yang
lain, baik dari segi intonasi, bunyi maupun hurufnya, namun bahasa Quraisy
mempunyai kelebihan dan keistimewaan tersendiri, ia lebih tinggi dari pada
bahasa dan dialek yang lain. Oleh karena itu, wajar apabila Al-Qur’an pertama
diturunkan adalah dalam bahasa Quraisy kepada seorang Rasul yang Quraisy pula.
Dengan kata lain bahasa Quraisy di dalam Al-Qur’an lebih dominan dari pada
lughat-lughat lain.
Satu hal yang tak pernah
hilang dari ingatan, ialah Al-Qur’an selalu memberikan inspirasi yang sangat
luas, bagi para pemeluk ajaran Islam, telah tertanam dalam hati sanubari
mereka, Al-Qur’an adalah petunjuk yang nyata bagi manusia, untuk kesejahteraan
di dunia dan akhirat, tetapi bagi para pengagumnya Al-Qur’an tidak hanya
sekedar petunjuk dan pedoman hidup yang nyata, mereka diajak menyelam ke dalam
lautan ilmu dan menikmati keindahannya yang tak pernah habis untuk dinikmati
dan dirasakan.
Kecintaan terhadap Al-Qur’an telah
membawa semangat untuk berupaya secara seksama dan penuh keikhlasan. Sejak
zaman dahulu pelestarian terhadap Al-Qur’an telah menumbuhkan semangat para
sahabat untuk menuliskannya di pelepah kurma, tulang-tulang unta, kulit-kulit
binatang, mereka berlomba mempelajari Al-Qur’an dan menghafalnya. Tidak heran
bila akhirnya upaya itu semakin berkembang dan melahirkan berbagai ilmu
pengetahuan tentang Al-Qur’an.
Di tangan para tabi’in,
upaya-upaya sistematis dibangun untuk mempelajarinya, mulai dari kodifikasi,
tata cara penulisan Al-Qur’an, cara bacaan Al-Qur’an dan juga turunnya Al-Qur’an
dengan tujuh huruf. Ditinjau dari berbagai segi Al-Qur’an membuat manusia
semakin dipacu untuk terus mendalami dan menyelami kedalaman makna yang
tersurat dan tersirat darinya.
Menelusuri dan menelaah
sejarah dari sahabat sampai saat ini tentang berbagai upaya manusia terhadap
Al-Qur’an dapat dikatakan terdiri dari tiga jenis; pertama, adalah upaya
manusia melestarikan dan menjaga Al-Qur’an sebagai petunjuk dan pedoman bagi
kesejahteraan hidup manusia. Kedua, upaya manusia mempelajari Al-Qur’an untuk
kepentingan ilmiah. Ketiga, upaya manusia mempelajari Al-Qur’an untuk
mengurangi, mengaburkan mukjizat Al-Qur’an dan mengingkarinya.
Di awal Al-Quran diturunkan kepada
Rasulullah SAW oleh malaikat Jibril hanya dalam satu huruf bacaan saja, akan tetapi Rasulullah SAW
mendesak malaikat Jibril agar ditambah lagi, supaya umatnya tidak menghadapi
masalah dan kesusahan dalam membaca Al-Quran dan memilih mana saja bacaan yang
mudah. Lalu Jibril pun menambahnya sehingga tujuh huruf. sebagaimana sabda
Rasulullah SAW : “Sesungguhnya Al-Quran itu diturunkan dengan tujuh huruf, maka
bacalah ia dengan bacaan yang mudah daripadanya”
Ilmu qiraat adalah bagian dari
ulum Al-Quran atau ilmu-ilmu yang membahas tentang Al-Quran yang membicarakan
kaidah membaca Al-Quran. Ilmu itu disandarkan kepada Imam periwayat dan
pengembangnya yang sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah SAW. Cara
pengambilan ilmu ini adalah dengan cara ‘talaqi’ yaitu dengan
memperhatikan bentuk mulut, lidah dan bibir guru ketika melafazkan ayat-ayat
Al-Quran.
Istilah qiraat yang biasa
digunakan adalah dialek atau cara pengucapan melalui lisan bangsa arab. karena
secara, dialeg bangsa arab memiliki perbedaan 'kefasihan' dan pengucapan suatu
huruf, maka kemudian dalam membaca al-Qur'an, ini juga menimbulkan perbedaan
bacaan.
Ini adalah sebuah bentuk qiraat,
di mana masing-masing imam punya beberapa lafadz bacaan yang berbeda. Namun di
dalam mushaf yang di pakai sehari-hari tidak terdapat tanda perbedaan bacaan
itu. Kecuali kalau kita menelusuri kitab-kitab tafsir yang klasik. Biasanya
kita akan menemukan penjelasan tentang perbedaan para imam dalam membaca
masing-masing lafadz itu.
Menurut Abu Syamah al-Dimisyqi
adalah ilmu qirâ`at sebuah disiplin ilmu yang mempelajari cara melafalkan kosa
kata Al-Qur`an dan perbedaannya yang disandarkan pada perawi yang
mentransmisikannya.
Syekh
Az-Zarqoni mengistilahkan qirâ`at dengan : “suatu madzhab yang dianut oleh
seorang imam dari pada imam qurro’ yang berbeda dengan yang lainnya dalam
pengucapan Al-Qur`an al-Karîm dengan kesesuaian riwâyat dan tharîq darinya. Baik
itu perbedaan dalam pengucapan huruf-huruf atau pengucapan bentuknya. Di
samping itu, Ibn Al-Jazari berpendapat bahwa Qirâ`at adalah pengetahuan tentang
tatacara melafalkan kalimat-kalimat Al-Qur`an dan perbedaannya dengan
membangsakannya kepada penukilnya.
Manna’
al-Qaththan berpendapat Qirâ`at adalah salah satu mazhab dari beberapa mazhab
artikulasi (kosa kata) Al-Qur`an yang dipilih oleh salah seorang imam qirâ`at
yang berbeda dengan mazhabnya.
Sedangkan
Muhammad Ali Ash-Shabuni merumuskan definisi qirâ`at sebagai berikut : Qirâ`at
adalah satu mazhab dari beberapa mazhab artikulasi (kosa kata) Al-Qur`an yang
dipilih oleh salah seorang imam qirâ`at yang berbeda dengan mazhab lainnya
serta berdasarkan pada sanad yang bersambung pada Rasulullah SAW.
Dari uraian di atas dapat
diketahui aspek ontologi, epistimologi, dan aksiologi disiplin ilmu qiraat .
Objek kajian (ontology) ilmu qiraat adalah Al-Qur’an dari segi perbedaan lafal
dan cara artikulasinya. Metode mendapatkan (epistimologi) ilmu qiraat adalah
melalui riwayat yang berasal dari Rasulullah SAW. Sementara nilai guna
(aksiologi) ilmu qiraat, sebenarnya secara implicit dapat diketahui dari beberapa
definisi yang telah disebutkan di atas, yakni untuk mempertahankan keaslian
materi yang disampaikan. Hal ini bisa dipahami karena fungsi sistem riwayat
tidak lain untuk mempertahankan orisinilitas informasi maupun data yang
dituturkan secara berantai.
Dari berbagi penjelasan diatas
dapat diketahui bahwa banyak berbagai macam bacaan Al-Qur’an karena itu
disebabkan oleh beragam bahasa yang digunakan antara satu kabila dengan kabilah
yang lain, baik dari segi intonasi, bunyi maupun hurufnya, Oleh karena itu,
wajar apabila Al-Qur’an pertama diturunkan adalah dalam bacaan yang
berbeda-beda kepada seorang Rasulullah SAW.
Dalam beragam bacaan Al-Qur’an
para ulama tidak begitu mempermasalahkannya karena sudah ada dalil yang jelas
dari nabi tentang permasalahan berbagai macam bacaan Al-Qur’an ini. Akan tetapi
dalam makna dan penafsiran para ulama berbeda pendapat, hal ini disebabkan oleh
berbagai macam faktor, yang di anataranya qiraat. Dari perbedaan cara baca
Al-Qur'an (qiraat) menjadi salah satu unsur yang menyebabkan perbedaan makna, dan
penafsiran.
Qiraat di dalam Al-Qur’an ada
beberapa macam, yang didasarkan pada imamnya masing-masing. Dari keberagaman
imam itu membawa cara baca Al-Qur'an yang berbeda. Menurut para ulama, muncul
sejumlah istilah popular yang menisbatkan pada jumlah qiraat, misalnya qira’ah
sab’ah, qira’ah al-‘asyr dan qira’ah al-‘arba’ ‘asyrah. Yang paling popular dan
paling mendapatkan perhatian secara luas adalah qira’ah sab’ah. Yaitu qiraat
yang dinisbatkan kepada tujuh imam terkemuka, yakni Nafi’, Ashim, Hamzah, Ibn
‘Amir, Ibn Kasir, Abu ‘Amir, dan Kisa’i.
Adapun yang dimaksud qira’ah
‘asyar adalah qira’ah yang dinisbatkan kepada imam tujuh dan ditambahkan dengan
tiga imam, yaitu Abu Ja’far, Ya’qub dan Khalaf. Sedangkan qira’ah arba’ ‘asyar
dengan penisbatan kepada sepuluh imam qira’ah yang tersebut dan ditambahkan
dengan empat imam qira’ah yang lain, di antaranya, Hasan al-Bashri, Ibn
Muhaishin, Yahya al-Yazidi dan Syanbudi.
Sebagaimana telah sedikit
disinggung di atas bahwa, dari macam-macam qiraat, bisa menjadikan lahirnya
keberagaman makna dan penafsiran. Perbedaan qiraat Al-Quran yang berkaitan
dengan substansi lafaz atau kalimat, adakalanya mempengaruhi makna dari lafaz
atau kalimat tersebut, dan adakalanya tidak. Dengan demikian , perbedaan qiraat
Al-Quran dalam hal ini, adakalanya
berpengaruh terhadap makna dan penafsiran, dan adakalanya tidak. Jadi qiraat
memiliki pengaruh besar dalam pembentukan hukum islam.
Rumusan
Masalah
1.
Kapankah lahirnya qiraat sab’ah?
2.
Apa pengaruh qiraat sab’ah pada
makna Al-Qur’an?
3.
Apa pengaruh qiraat sab’ah pada
penafsiran Al-Qur’an?
4.
Apa tujuan adanya berbagai macam
bacaan ( qira’at )?
Tujuan dan
Kegunaan
1.
Menunjukkan betapa terjaganya dan
terpeliharanya kitab suci yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad SAW dari
perubahan dan penyimpangan, padahal kitab ini mempunyai sekian banyak segi
bacaan yang berbeda-beda.
2.
Meringankan dan memudahkan umat
islam untuk membaca Al-Qur'an.
3.
Bukti kemukjizatan Al-Qur'an dari
segi kepadatan makna (I’jaz) nya, karena setiap qiraat menunjukkan sesuatu
hukum syara’ tertentu tanpa pengulangan lafadz.
4.
Dengan keberagaman bacaan (qiraat)
memancarkan makna Al-Qur’an yang semakin luas dan mendalam. Walaupun dikaji
dari berbagai sudut pandang tidak pernah habis, justru semakin nyata
kebenarannya dan kemu’jizatannya.