Senin, 28 Mei 2012

Matakuliah Metode Penelitian



Pengaruh Qiraat Sab’ah Terhadap Makna dan Penafsiran Al-Qur’an
Permasalahan : Bagaimanakah pengaruh qiraat sab’ah terhadap makna dan penafsiran        Al-Qur’an?
Latar Belakang Masalah
                  Telah menjadi keyakinan bagi seluruh umat islam di dunia bahwa kitab suci Al-Quran adalah kitab suci terakhir yang diturunkan Allah SWT kepada seluruh umat manusia, yang disampaikan kepada nabi penutup dari semua para nabi yaitu Nabi Muhammad SAW lewat perantara malaikat jibril dalam bahasa arab yang bermutu tinggi, guna menjadi pedoman hidup bagi seluruh umat manusia.
                   Kitab suci Al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW sebagian besar melalui suara atau bacaan yang disampaikan oleh Malaikat Jibril.
                  Rasulullah SAW menyampaikan ayat-ayat yang diterimanya itu kepada para sahabatnya juga melalui ucapan atau secara lisan. Penyampaian selanjutnya dari sahabat kepada tabi’in dan untuk seterusnya berlanjut dari satu generasi ke generasi berikutnya, Al-Qur’an selalu disampaikan dengan lisan.
                  Bangsa Arab sejak dahulu mempunyai lahjah (dialek) yang beragam antara satu kabilah dengan kabilah yang lain, baik dari segi intonasi, bunyi maupun hurufnya, namun bahasa Quraisy mempunyai kelebihan dan keistimewaan tersendiri, ia lebih tinggi dari pada bahasa dan dialek yang lain. Oleh karena itu, wajar apabila Al-Qur’an pertama diturunkan adalah dalam bahasa Quraisy kepada seorang Rasul yang Quraisy pula. Dengan kata lain bahasa Quraisy di dalam Al-Qur’an lebih dominan dari pada lughat-lughat lain.
                  Satu hal yang tak pernah hilang dari ingatan, ialah Al-Qur’an selalu memberikan inspirasi yang sangat luas, bagi para pemeluk ajaran Islam, telah tertanam dalam hati sanubari mereka, Al-Qur’an adalah petunjuk yang nyata bagi manusia, untuk kesejahteraan di dunia dan akhirat, tetapi bagi para pengagumnya Al-Qur’an tidak hanya sekedar petunjuk dan pedoman hidup yang nyata, mereka diajak menyelam ke dalam lautan ilmu dan menikmati keindahannya yang tak pernah habis untuk dinikmati dan dirasakan.
                  Kecintaan terhadap Al-Qur’an telah membawa semangat untuk berupaya secara seksama dan penuh keikhlasan. Sejak zaman dahulu pelestarian terhadap Al-Qur’an telah menumbuhkan semangat para sahabat untuk menuliskannya di pelepah kurma, tulang-tulang unta, kulit-kulit binatang, mereka berlomba mempelajari Al-Qur’an dan menghafalnya. Tidak heran bila akhirnya upaya itu semakin berkembang dan melahirkan berbagai ilmu pengetahuan tentang Al-Qur’an.
                  Di tangan para tabi’in, upaya-upaya sistematis dibangun untuk mempelajarinya, mulai dari kodifikasi, tata cara penulisan Al-Qur’an, cara bacaan Al-Qur’an dan juga turunnya Al-Qur’an dengan tujuh huruf. Ditinjau dari berbagai segi Al-Qur’an membuat manusia semakin dipacu untuk terus mendalami dan menyelami kedalaman makna yang tersurat dan tersirat darinya.
                  Menelusuri dan menelaah sejarah dari sahabat sampai saat ini tentang berbagai upaya manusia terhadap Al-Qur’an dapat dikatakan terdiri dari tiga jenis; pertama, adalah upaya manusia melestarikan dan menjaga Al-Qur’an sebagai petunjuk dan pedoman bagi kesejahteraan hidup manusia. Kedua, upaya manusia mempelajari Al-Qur’an untuk kepentingan ilmiah. Ketiga, upaya manusia mempelajari Al-Qur’an untuk mengurangi, mengaburkan mukjizat Al-Qur’an dan mengingkarinya.
                  Di awal Al-Quran diturunkan kepada Rasulullah SAW oleh malaikat Jibril hanya dalam satu huruf  bacaan saja, akan tetapi Rasulullah SAW mendesak malaikat Jibril agar ditambah lagi, supaya umatnya tidak menghadapi masalah dan kesusahan dalam membaca Al-Quran dan memilih mana saja bacaan yang mudah. Lalu Jibril pun menambahnya sehingga tujuh huruf. sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Sesungguhnya Al-Quran itu diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah ia dengan bacaan yang mudah daripadanya”
                  Ilmu qiraat adalah bagian dari ulum Al-Quran atau ilmu-ilmu yang membahas tentang Al-Quran yang membicarakan kaidah membaca Al-Quran. Ilmu itu disandarkan kepada Imam periwayat dan pengembangnya yang sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah SAW. Cara pengambilan ilmu ini adalah dengan cara ‘talaqi’ yaitu dengan memperhatikan bentuk mulut, lidah dan bibir guru ketika melafazkan ayat-ayat Al-Quran.
                  Istilah qiraat yang biasa digunakan adalah dialek atau cara pengucapan melalui lisan bangsa arab. karena secara, dialeg bangsa arab memiliki perbedaan 'kefasihan' dan pengucapan suatu huruf, maka kemudian dalam membaca al-Qur'an, ini juga menimbulkan perbedaan bacaan.
                  Ini adalah sebuah bentuk qiraat, di mana masing-masing imam punya beberapa lafadz bacaan yang berbeda. Namun di dalam mushaf yang di pakai sehari-hari tidak terdapat tanda perbedaan bacaan itu. Kecuali kalau kita menelusuri kitab-kitab tafsir yang klasik. Biasanya kita akan menemukan penjelasan tentang perbedaan para imam dalam membaca masing-masing lafadz itu.
                  Menurut Abu Syamah al-Dimisyqi adalah ilmu qirâ`at sebuah disiplin ilmu yang mempelajari cara melafalkan kosa kata Al-Qur`an dan perbedaannya yang disandarkan pada perawi yang mentransmisikannya.
Syekh Az-Zarqoni mengistilahkan qirâ`at dengan : “suatu madzhab yang dianut oleh seorang imam dari pada imam qurro’ yang berbeda dengan yang lainnya dalam pengucapan Al-Qur`an al-Karîm dengan kesesuaian riwâyat dan tharîq darinya. Baik itu perbedaan dalam pengucapan huruf-huruf atau pengucapan bentuknya. Di samping itu, Ibn Al-Jazari berpendapat bahwa Qirâ`at adalah pengetahuan tentang tatacara melafalkan kalimat-kalimat Al-Qur`an dan perbedaannya dengan membangsakannya kepada penukilnya.
Manna’ al-Qaththan berpendapat Qirâ`at adalah salah satu mazhab dari beberapa mazhab artikulasi (kosa kata) Al-Qur`an yang dipilih oleh salah seorang imam qirâ`at yang berbeda dengan mazhabnya.
Sedangkan Muhammad Ali Ash-Shabuni merumuskan definisi qirâ`at sebagai berikut : Qirâ`at adalah satu mazhab dari beberapa mazhab artikulasi (kosa kata) Al-Qur`an yang dipilih oleh salah seorang imam qirâ`at yang berbeda dengan mazhab lainnya serta berdasarkan pada sanad yang bersambung pada Rasulullah SAW.[1]
                  Dari uraian di atas dapat diketahui aspek ontologi, epistimologi, dan aksiologi disiplin ilmu qiraat . Objek kajian (ontology) ilmu qiraat adalah Al-Qur’an dari segi perbedaan lafal dan cara artikulasinya. Metode mendapatkan (epistimologi) ilmu qiraat adalah melalui riwayat yang berasal dari Rasulullah SAW. Sementara nilai guna (aksiologi) ilmu qiraat, sebenarnya secara implicit dapat diketahui dari beberapa definisi yang telah disebutkan di atas, yakni untuk mempertahankan keaslian materi yang disampaikan. Hal ini bisa dipahami karena fungsi sistem riwayat tidak lain untuk mempertahankan orisinilitas informasi maupun data yang dituturkan secara berantai.
                  Dari berbagi penjelasan diatas dapat diketahui bahwa banyak berbagai macam bacaan Al-Qur’an karena itu disebabkan oleh beragam bahasa yang digunakan antara satu kabila dengan kabilah yang lain, baik dari segi intonasi, bunyi maupun hurufnya, Oleh karena itu, wajar apabila Al-Qur’an pertama diturunkan adalah dalam bacaan yang berbeda-beda kepada seorang Rasulullah SAW.
                  Dalam beragam bacaan Al-Qur’an para ulama tidak begitu mempermasalahkannya karena sudah ada dalil yang jelas dari nabi tentang permasalahan berbagai macam bacaan Al-Qur’an ini. Akan tetapi dalam makna dan penafsiran para ulama berbeda pendapat, hal ini disebabkan oleh berbagai macam faktor, yang di anataranya qiraat. Dari perbedaan cara baca Al-Qur'an (qiraat) menjadi salah satu unsur yang menyebabkan perbedaan makna, dan penafsiran.
                  Qiraat di dalam Al-Qur’an ada beberapa macam, yang didasarkan pada imamnya masing-masing. Dari keberagaman imam itu membawa cara baca Al-Qur'an yang berbeda. Menurut para ulama, muncul sejumlah istilah popular yang menisbatkan pada jumlah qiraat, misalnya qira’ah sab’ah, qira’ah al-‘asyr dan qira’ah al-‘arba’ ‘asyrah. Yang paling popular dan paling mendapatkan perhatian secara luas adalah qira’ah sab’ah. Yaitu qiraat yang dinisbatkan kepada tujuh imam terkemuka, yakni Nafi’, Ashim, Hamzah, Ibn ‘Amir, Ibn Kasir, Abu ‘Amir, dan Kisa’i.
                  Adapun yang dimaksud qira’ah ‘asyar adalah qira’ah yang dinisbatkan kepada imam tujuh dan ditambahkan dengan tiga imam, yaitu Abu Ja’far, Ya’qub dan Khalaf. Sedangkan qira’ah arba’ ‘asyar dengan penisbatan kepada sepuluh imam qira’ah yang tersebut dan ditambahkan dengan empat imam qira’ah yang lain, di antaranya, Hasan al-Bashri, Ibn Muhaishin, Yahya al-Yazidi dan Syanbudi.
                  Sebagaimana telah sedikit disinggung di atas bahwa, dari macam-macam qiraat, bisa menjadikan lahirnya keberagaman makna dan penafsiran.  Perbedaan qiraat Al-Quran yang berkaitan dengan substansi lafaz atau kalimat, adakalanya mempengaruhi makna dari lafaz atau kalimat tersebut, dan adakalanya tidak. Dengan demikian , perbedaan qiraat        Al-Quran dalam hal ini, adakalanya berpengaruh terhadap makna dan penafsiran, dan adakalanya tidak. Jadi qiraat memiliki pengaruh besar dalam pembentukan hukum islam.
Rumusan Masalah
1.      Kapankah lahirnya qiraat sab’ah?
2.      Apa pengaruh qiraat sab’ah pada makna Al-Qur’an?
3.      Apa pengaruh qiraat sab’ah pada penafsiran Al-Qur’an?
4.      Apa tujuan adanya berbagai macam bacaan ( qira’at )?
Tujuan dan Kegunaan
1.      Menunjukkan betapa terjaganya dan terpeliharanya kitab suci yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad SAW dari perubahan dan penyimpangan, padahal kitab ini mempunyai sekian banyak segi bacaan yang berbeda-beda.
2.      Meringankan dan memudahkan umat islam untuk membaca Al-Qur'an.
3.      Bukti kemukjizatan Al-Qur'an dari segi kepadatan makna (I’jaz) nya, karena setiap qiraat menunjukkan sesuatu hukum syara’ tertentu tanpa pengulangan lafadz.
4.      Dengan keberagaman bacaan (qiraat) memancarkan makna Al-Qur’an yang semakin luas dan mendalam. Walaupun dikaji dari berbagai sudut pandang tidak pernah habis, justru semakin nyata kebenarannya dan kemu’jizatannya.


[1] Sumber : http://hasyim-oink.blogspot.com/2009/07/qiraat-sabah.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar