BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suatu hakikat yang memiliki
makna yang tinggi dan tujuannya akan lebih menarik dan akan menggugah hati pembaca apabila
dituangkan dengan kerangka ucapan yang baik dan mendekatkan kepada kepemahaman,
melalui analogi atau penyamaan dengan sesuatu yang telah diketahui secara
yakin. Sudah barang tentu, apabila hakikat-hakikat yang mempunyai makna
setinggi dan sebagus apapun tidak akan berpengaruh kepada pembaca, ketika
penyajian dan pengucapannya tidak memiliki semacam nilai keindahan dan ketertarikan
bagi pembaca, sehingga makna yang dikandung oleh hakikat itu akan sulit di
tangkap oleh pembaca.
Tamtsil merupakan kerangka
yang menampilkan makna-makna dalam bentuk yang hidup dan mantap dalam pikiran,
menyamakan hal yang ghaib dengan yang hadir, yang abstrak dengan konkret dan
menganalogikan sesuatu dengan hal yang serupa. Tamsil adalah salah satu gaya Al-Qur’an
dalam mengungkapkan berbagai penjelasan dan segi-segi kemukjizatan. Dengan
adanya tamtsil banyak makna yang, lebih indah , menarik dan mempesona. Oleh
karena itu, tamtsil lebih mendorong jiwa untuk menerima makna yang dimaksudkan
dan membuat akal merasa puas dengannya.
Al-Qur’an tidak dapat
disamakan dengan karangan-karangan lain yang juga berbahasa arab, karena Al-Qur’an
mempunyai bahasa yang begitu memukau. Al-Qur’an bisa menerangkan hal yang
abstrak kepada yang konkret, sehingga maksud tujuannya bisa pahami dan
dirasakan ruh dinamikanya.
B. Rumusan
Masalah
Dari latar belakang
yang terurai di atas dapat di tarik rumusan permasalahan, guna tidak terjadi
perluasan pembahasan. Masalah yang akan di bahas adalah:
- apa yang dinamakan amtsal?
- unsur apa
saja yang terdapat dalam amtsal?
- ada berapa
macam-macam amtsal?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Amtsal
Secara
bahasa amtsal adalah bentuk jama’ dari matsal yang artinya sama atau serupa,
perumpamaan, sesuatu yang menyerupai dan bandingan. Di lihat dari wazannya,
kata matsal, mitsil dan matsil sama dengan sabah, sibih dan sabih
di dalam segi lafadz maupun maknanya[1].
Sedangkan
secara terminology, amtsal adalah suatu ungkapan yang dihikayatkan dan sudah
populer dengan maksud menyerupakan keadaan yang terdapat dalam perkataan itu dengan
keadaan sesuatu yang karenanya perkataan itu diucapkan[2].
didefinisikan oleh para ahli sastra adalah ucapan yang banyak disebutkan yang telah biasa dikatakan orang
dimaksudkan untuk menyamakan keadaan sesuatu yang diceritakan dengan keadaan
sesuatu yang dituju. Misalnya Allah berfirman dalam surat al-Hasyr ayat ke-21:
Artinya “Kalau Sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini
kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah
disebabkan ketakutannya kepada Allah. dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat
untuk manusia supaya mereka berfikir.
Maksudnya, menyerupakan sesuatu (seseorang atau
keadaan) dengan apa yang terkandung dalam perkataan. Misalnya, رب رمية من غير رام (betapa banyak lemparan panah yang mengena tanpa
sengaja). Artinya, banyak pemanah yang mengenai sasaraan itu dilakukan pemanah
yang biasanya yang tidak tepat lemparannya. Menurut ahli sastra, amtsal adalah
ucapan yang banyak disebutkan yang telah biasa dikatakan orang dimaksudkan
untuk menyamakan keadaan sesuatu yang diceritakan orang dengan keadaan sesuatu
yang dituju[3].
Misalnya, firman Allah dalam surat al-Hasyr ayat 2, yang artinya “...itulah
perumpamaan yang kami buat bagi manusia agar meraka berpikir”. Sedangkan
menurut Ibnu Qayyim, amtsal adalah menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang
lain dalam hal hukumnya dan mendekatkan sesuatu yang abstrak (ma’qul) dengan
indrawi (kongkret) atau mendekatakan salah satu dari dua makhsus dengan yang
lain dan menganggap salah satu satunya sebagai yang lain. Kemudian Ibnu Qayyim mengemukakan
contoh-contoh yang sebagian besar berupa tasybih sharih (perumpamaan
secara langsung), seperti firman Allah dalam surat Yunus:24:
“sesungguhnya masal kehidupan
dunia itu adalah seperti air (hujan) yang kami turunkan dari langit”.
Sebagian lagi berupa tasybih dhimmi (penyerupaan secara tidak langsung).
Seperti coontoh,
“dan janganlah sebagian kamu
menggunjing yang lain. Sukakah salah seorang dari kamu memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka kamu merasa jijik kepadanya” (al-Hujarat:
12).
Menurut ulama tafsir, matsal adalah
menampakkan pengertian abstrak dalam ungkapan yang indah, singkat dan menarik
yang tertancap di dalam jiwa, baik dengan betuk tasybih (penyerupaan)
maupun majaz mursal (ungkapan bebas).
Ulama ahli bayan, memberikan
definisi amtsal adalah bentuk majaz murakkab yang kaitannya atau konteksnya
adalah persamaan. Maksudnya, amtsal adalah ungkapan kiasan yang majemuk, dimana
kaitan antara yang disamakan dengan asalnya adalah karena adanya persamaan.
B.
Unsur-Unsur Amtsal Al-Qur’an
Amtsal terdiri dari beberapa unsur,
sebagaimana dalam tasybih yang meliputi tiga unsur berikut:
1. al-musyabbah (yang diserupakan); yaitu sesuatu yang
diceritakan
2. al-musyabbah bih (asal cerita atau tempat menyamakan);
yaitu sesuatu yang dijadikan tempat menyamakan
3. wajh al-syibh (segi atau arah persamaan), yaitu arah
persamaan antara kedua hal yang disamakan tersebut.
Seperti firman Allah dalam
surat yunus ayat 24 :
“Sesungguhnya perumpamaan kehidupan
duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang kami turunkan dari langit, lalu
tumbuhlah dengan suburnya.........”
المشبة :
kehidupan dunia
المشبة به :
turunnya air hujan
وجه الشبة : perumpamaan kehidupan dunia yang singkat
diserupakan dengan waktu turunnya hujan yang juga singkat.
Dalam kaidah balghah, matsal itu harus terdiri dari ketiga
unsur itu. Begitu juga dengan amtsal Al-qur’an. Tetapi, menurut hasil
penelitian para penulis Al-qur’an, amtsal Al-qur’an, baik yang berbentuk isti’arah,
tasybih maupun majaz mursal, tidak selamanya harus ada musyabah
bihnya sebagaimana yang berlaku dalam amtsal menurut para ahli bahasa dan ilmu
bayan. Sebagaimna amtsal Al-qur’an yang disebutkan para pengarang ulumul Qur’an,
ternyata mereka merangkum ayat-ayat Al-qur’an yang mempersamakan keadaan
sesuatu dengan sesuatu yang lain, baik yang berbentuk isti’arah, tasbih
ataupun majaz mursal, yang tidak ada kaitannya dengan dengan asal cerita[4].
Adapun alat penyerupaan yang terkandung dalam Al-qur’an,
sebagaimana diterangkan oleh Moh. Chaziq Charisma dalam bukunya tiga aspek
kemukjizatan Al-qur’an, adalah menggunakan hal-hal berikut:
- menggunakan
kaaf (ك), seperti dalam surat al-Qooriah
ayat 4-5
tPöqt ãbqä3t â¨$¨Y9$# ĸ#txÿø9$$2 Ï^qèZ÷6yJø9$# . tPöqt ãbqä3t â¨$¨Y9$# ĸ#txÿø9$$2 Ï^qèZ÷6yJø9$#
ãbqä3s?ur ãA$t6Éfø9$# Ç`ôgÏèø9$$2 Â\qàÿZyJø9$#
“
Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran (4), Dan
gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan”.
- menggunakan
ka-anna (كان ), seperti dalam surat al-Qomar
ayat 7-8
$·è¤±äz óOèdã»|Áö/r& tbqã_ãøs z`ÏB Ï^#y÷`F{$# öNåk¨Xr(x. ×#ty_ ×ųtFZB .
tûüÏèÏÜôgB n<Î) Æí#¤$!$# ( ãAqà)t tbrãÏÿ»s3ø9$# #x»yd îPöqt ×Å£tã
“ Sambil menundukkan
pandangan-pandangan mereka keluar dari kuburan seakan-akan mereka belalang yang
beterbangan, (7), Mereka datang dengan cepat kepada penyeru itu. orang-orang
kafir berkata: "Ini adalah hari yang berat.(8)"
- Menggunakan
kalimat fi’il yang menggunakan makna tasybeh. Seperti dalam surat al-Insan
ayat 19
ß$qäÜtur öNÍkön=tã ×bºt$ø!Ír tbrà$©#sC #sÎ) öNåktJ÷r&u öNåktJö6Å¡ym #Zsä9÷sä9 #YqèVZ¨B
“Dan mereka dikelilingi oleh
pelayan-pelayan muda yang tetap muda. apabila kamu melihat mereka, kamu akan
mengira mereka, mutiara yang bertaburan.”
- Dengan membuang
alat tasybeh dan wajah syibehnya. Seperti dalam surat an-Naba’ ayat
10.
$uZù=yèy_ur @ø©9$# $U$t7Ï9
“Dan kami jadikan malam sebagai pakaian”
C. Macam-Macam Amtsal
Amtsal dalam Al-qur’an ada tiga macam; amtsal musarrahah,
amtsal kaminah dan amtsal mursalah
1. amtsal musarrah
amtsal musarrah
amtsal yang di dalamnya dijelaskan dengan lafazh matsal atau sesuatu yang
menunjukkan tasybih. Amtsal ini banyak di temukan dalam Al-qur’an. Seperti
dalam surat al-Baqaroh ayat 17-20, yang artinya sebagai berikut:
“ Perumpamaan mereka adalah seperti orang
yang menyalakan api, Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah
hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam
kegelapan, tidak dapat Melihat”(17) “Mereka tuli, bisu dan buta, Maka tidaklah
mereka akan kembali (ke jalan yang benar)” (18) Atau seperti (orang-orang yang
ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka
menyumbat telinganya dengan anak jarinya, Karena (mendengar suara) petir,sebab
takut akan mati. dan Allah meliputi orang-orang yang kafir” (19). Hampir-hampir
kilat itu menyambar penglihatan mereka. setiap kali kilat itu menyinari mereka,
mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka
berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya dia melenyapkan pendengaran dan
penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu” (20)
Dalam ayat itu,
Allah memberikan perumpamaan terhadap orang munafik dengan dua perumpamaan,
yaitu diumpamakan dengan api yang menyala dan dengan air yang di dalamnya ada
unsur kehidupan. Begitu pula Al-qur’an di turunkan, pertama untuk menyinari
hati dan keduanya untuk menghidupkannya. Allah menyebutkan keadaaan orang
munafik juga di dalam dua hal, mereka di umpamakan menghidupkan api untuk
menyinari dan memanfaatkannya agar dapat berjalan dengan sinar api tadi. Tetapi
sayang mereka tidak bisa memanfaatkan api itu, karena Allah telah menghilangkan
cahayanya, sehingga masih tinggal panasnya saja yang akan membakar badan
mereka, sebagaimana mereka tidak menghiraukan suara Al-qur’an dan hanya
berpura-pura membacanya saja. orang-orang munafik itu tidak dapat mengambil
manfaat dari petunjuk-petunjuk yang datang dari Allah, Karena sifat-sifat
kemunafikkan yang bersemi dalam dada mereka. keadaan mereka digambarkan Allah
seperti dalam ayat tersebut di atas[5]. Mereka walaupun
pancaindera sehat, masih tetap di pandang tuli, bisu dan buta karena tidak
dapat menerima kebenaran.
Mengenai matsal
mereka yang berkenaan dengan air, Allah menyerupakan mereka dengan keadaan
orang ditimpa hujan lebat yang disertai gelap gulita, guruh dan kilat, sehingga
terkoyaklah kekuatan orang itu dan meletakkan jari-jemarinya untuk myumbat
telinga serta memejamkan mata karena takut petir menimpanya. keadaan
orang-orang munafik itu, ketika mendengar ayat-ayat yang mengandung peringatan,
adalah seperti orang yang ditimpa hujan lebat dan petir. mereka menyumbat
telinganya Karena tidak sanggup mendengar peringatan-peringatan Al Quran itu[6].
2. amtal kaminah
amtsal kaminah
adalah amtsal yang di dalamnya tidak disebutkan dengan jelas lafazh tamtsilnya
(pemisalan) tetapi ia menunjukkan makna-makna yang indah, menarik, dalam
kepadatan redaksinya dan mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan kepada
yang serupa dengannya[7].
Sebenarnya, Al-qur’an sendiri
tidak menjelaskan sebagai bentuk perumpamaan terhadap makna tertentu, hanya
saja isi kandungannya menunjukkan salah satu bentuk perumpamaan. Intinya,
amtsal ini merupakan perumpamaan maknawi yang tersembunyi, bukan lafdhi yang
tampak jelas. Contoh, dalam surat al-Isra’ ayat 110
“Katakanlah: "Serulah
Allah atau Serulah Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kamu seru, dia
mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu
mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua
itu"
Dalam ayat itu, secara jelas tidak
ada perumpamaan, tetapi ayat itu mengandung nilai keindahan. Maksudnya janganlah
membaca ayat Al Quran dalam shalat terlalu keras atau terlalu perlahan tetapi
cukuplah sekedar dapat didengar oleh ma'mum[8]. Berdasarkan ayat itu,
yang menunjukkan ketidak bolehan mengeraskan suara dan ketidak bolehan untuk
merendahkan, menurut sebagian ulama di pandang sebagai amtsal kaminah karena
sesuai dengan sebuah ungkapan sebaik-sebaiknya perkara itu yang pertengahan.
3. amtsal mursalah
Amtsal
mursalah adalah kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan lafazh tasbih
secara jelas, tetapi kalimat-kalimat itu berlaku sebagai matsal. Seperti contoh
dalam surat al-baqarah ayat 216
كُتِبَ عَلَيْكُمُ
الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ
وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ
لا تَعْلَمُونَ
“ Diwajibkan atas kamu berperang, padahal
berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh jadi kamu membenci sesuatu,
padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu,
padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. matsal adalah
menampakkan pengertian abstrak dalam ungkapan yang indah, singkat dan menarik
yang tertancap di dalam jiwa, baik dengan betuk tasybih (penyerupaan)
maupun majaz mursal (ungkapan bebas).
2. unsur-unsur matsal ada tiga
yaitu:
a. al-musyabbah (yang
diserupakan);
b. al-musyabbah bih
(asal cerita atau tempat menyamakan); dan
c. wajh al-syibh (segi
atau arah persamaan).
3. macam-macam amtsal ada tiga, yaitu: amtsal
mursalah, amtsal kaminah dan amtsal mursalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar