Minggu, 15 Januari 2012

ESTETIKA

2.1. Pengertian Filsafat Estetika
            Estetika adalah salah satu cabang filsafat. Secara sederhana, estetika adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasakannya. Pembahasan lebih lanjut mengenai estetika adalah sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang dianggap sebagai penilaian terhadap sentimen dan rasa. Estetika merupakan cabang yang sangat dekat dengan filosofi seni.
Esetetika berasal dari Bahasa Yunani, αισθητική, dibaca aisthetike. Pertama kali digunakan oleh filsuf Alexander Gottlieb Baumgarten pada 1735 untuk pengertian ilmu tentang hal yang bisa dirasakan lewat perasaan.
Pada masa kini estetika bisa berarti tiga hal, yaitu:
1. Studi mengenai fenomena estetis
2. Studi mengenai fenomena persepsi
3. Studi mengenai seni sebagai hasil pengalaman estetis
Meskipun awalnya sesuatu yang indah dinilai dari aspek teknis dalam membentuk suatu karya, namun perubahan pola pikir dalam masyarakat akan turut mempengaruhi penilaian terhadap keindahan. Misalnya pada masa romantisme di Perancis, keindahan berarti kemampuan menyajikan sebuah keagungan. Pada masa realisme, keindahan berarti kemampuan menyajikan sesuatu dalam keadaan apa adanya. Pada masa maraknya de Stijl di Belanda, keindahan berarti kemampuan mengkomposisikan warna dan ruang dan kemampuan mengabstraksi benda.
Estetika merupakan bagian dari tiga teori tunggal yaitu :
a.    Teori tentang kebenaran (efistimologi)
b.   Teori tentang kebaikan dan keburukan (etika)
c.    Teori tentang keindahan (estetika)
Disisi lain estetika berbicara tentang teori mengenai seni. Seni yang melukiskan bahasa perasaan yang tertuang lewat gerak-gerik tubuh, alunan nada-nada yang indah dan lain sebagainya. Dengan demikian estetika berarti suatu teori yang meliputi :
a.    Penyelidikan mengenai yang indah
b.   Penyelidikan mengenai prinsip-prisip yang mendasari seni
c.    Pengalaman yang bertalian dengan seni, penciptaan seni, penilaian terhadap seni, atau perenungan atas seni.
Nilai estetika lebih condong kepada nilai suatu keindahan seni. Namun, seni bisa dianggap mengandung nilai suatu keindahan apabila diceritakan dengan :
a.    Seni yang mengungkapkan perasaan dan intuisi
b.   Seni yang mengobjektivasi keindahan rasa nikmat
c.    Keindahan sebagai tangkapan Ilahi
d.   Seni sebagai ekspresi pengalaman
Menurut Plotinus filsafat estetika adalah keindahan yang memiliki nilai spiritual karena itu etetika dekat sekali dengan kehidupan moral. Esensi keindahan tidak terletak pada harmoni dan simetri. Keindahan itu menyajikan keintiman dengan Tuhan yang Maha Sempurna. Ada semacam skala menaik tentang keindahan, mulai dari keindahan yang bersifat inderawi, naik ke emosi, kemudian kesusunan alam semesta yang imaterial. Jadi, keindahan itu bertingkat mulai dari keindahan indrawi sampai kepada keindahan ilahiah.
            Keindahan itu, katanya, menyatakan dirinya terutama dalam penglihatan, tetapi ada juga keindahan untuk di dengar. Pikiran meningkatkan keindahan itu kepada susunan keindahan yang lebih tinggi, misalnya keindahan tindakan, keindahan penemuan akal, dan keindahan kebijaksanaan. Lebih tinggi lagi ialah keindahan yang digunakan dalam argument. Apa yang membuat sesuatu menjadi indah? Apakah ada suatu prinsip yang bekerja sehingga sesuatu menjadi indah? Kalau ada, apa  prinsip itu? Prinsip itu ialah kesadaran yang bersatu dengan jiwa. Itu terdapat didalam diri karena diri itu berapiliasi dengan Yang Maha Indah.
            Pendapat itu tentulah muncul karena Plotinus berpendapat bahwa antara keindahan di bumi dan keindahan yang ada dilangit terdapat hubungan. Sesuatu akan indah apabila ia mengikuti bentuk ideal. Penciptaan keindahan harus melalui komunikasi pikiran yang mengalir dari Tuhan. Kesimpulannya ialah bahwa keindahan tertinggi serta sumber keindahan adalah Tuhan.
            Konsep keindahan pada Plotinus berhubungan juga dengan pandangannya tentang kejahatan. Kejahatan, menurut Plotinus tidak mempunyai realitas metafisis. Perbuatan jahat adala perbuatan aku yang rendah. Aku yang rendah ini bukanlah aku yang berupa realitas pada manusia. Aku yang berupa realitas ialah aku yan murni. Aku yang murni itu terdiri atas logos dan nous.logos menerima dari nous (akal) idea-idea yang kekal. Dengan perantara logos (pikiran) jiwa hanya dapat melakukan tugas yang mulia, yang tujuannya bersatu dengan Tuhan.
            Kejahatan bukan realitas, kejahatan itu diadakan sebagai syarat kesempurnaan alam. Didalam alam ini ditemukan hal-hal yang bertentangan, putih-hitam, panas-dingin, terlatar-tak terlatar, indah-tak indah, baik-buruk. Semua ini merupakan anggota suatu kehidupan. Jumlah mereka itu merupakan suatu kekompakan alam semesta.

2.2. Penilaian Keindahan
 Estetika sangat berkaitan erat dengan seni dan keindahan , istilah seni merupakan sekedar menunjukkan  hal-hal yang mengungkapkan sesuatu keindahan. Seperti ada kaum seniman yang mengatakan bahwa seni merupakan bahasa perasaan. Dengan demikian estetika merupakan  suatu teori yang meliputi:
1. penyelidikan mengenai sesuatu yang indah
2. penyelidikan mengenai prinsip – prinsip yang mendasari seni
3. pengalaman yang bertalian dengan seni seperti penciptaan karya seni, penilaian terhadap seni atau perenungan atas seni.
Meskipun awalnya sesuatu yang indah dinilai dari aspek teknis dalam membentuk suatu karya, namun perubahan pola pikir dalam masyarakat akan turut mempengaruhi penilaian terhadap keindahan. Misalnya pada masa [[romantisme]] di Perancis, keindahan berarti kemampuan menyajikan sebuah keagungan. Pada masa [[realisme]], keindahan berarti kemampuan menyajikan sesuatu dalam keadaan apa adanya. Pada masa maraknya [[de Stijl]] di Belanda, keindahan berarti kemampuan mengkomposisikan warna dan ruang dan kemampuan mengabstraksi benda.


Macam – Macam Keindahan
1. Keindahan Sebagai Rasa Nikmat Yang Diobjektivasikan
        Sebenarnya keindahan bukanlah merupakan suatu kualitas objek, melainkan sesuatu yang senantiasa bersangkutan dengan perasaan. Sesungguhnya yang dinamakan warna sebuah objek ialah cara kita memberikan reaksi terhadap suatu rangsangan. Kiranya pasti mudah dimengerti bahwa rasa nikmat atau rasa sakit bersifat subjektif, karena kedua macam rasa tersebut tidak akan dimengerti secara masuk akal sebagai kualitas-kualitas yang terdapat pada objek yang lain. Tetapi orang dapat membayangkan keindahan yang terdapat pada objek yang lain. Artinya orang dapat memproyeksikan perasaannya,karena keindahan bersangkutan dengan rasa nikmat.
        Sesungguhnya terdapat banyak rasa nikmat yang bukan merupakan bagian dari citra kita mengenai sesuatu objek, dan untuk membedakan antara rasa nikmat yang merupakan bagian dari citra mengenai suatu objek dan rasa nikmat yang bukan bagian dari citra maka digunakan kata’keindahan’. Menurut Santayana, “keindahan merupakan rasa nikmat yang dianggap sebagai kualitas barang sesuatu.” Akibatnya, tidak mungkin ada keindahan yang terpisahkan dari pemahaman kita mengenai objek yang merupakan keindahan, yaitu rasa nikmat tidak akan bermakna jika tidak dialami. Selanjutnya jika suatu objek tidak menimbulkan rasa nikmat pada siapapun, maka tidak mungkin objek tersebut dikatakan indah.
2. Keindahan Sebagai Objek Tangkapan Akali
Menurut Jacques Maritain dalam bukunya yang berjudul Art and scholasticism berpendapat bahwa keindahan bukanlah objek perasaan melainkan objek tangkapan akali.
a. keindahan menimbulkan kesenangan pada akal
Jacques Maritain tidak mengingkari peranan yang dipunyai oleh alat-alat inderawi, karena akal menangkap sesuatu sekedar dengan jalan melakukan abstraksi dan analisa. Akibatnya, hanya pengetahuan yang diperoleh melalui alat-alat inderawi yang dapat mempunyai sifat khas yang diperlukan untuk menangkap keindahan. Maritain mengatakan bilamana suatu objek dapat menimbulkan kesenangan pada akal, satu-satunya sarana langsung yang dapat ditangkap oleh intuisi jiwa, maka objek tersebut merupakan sesuatu yang indah. Keindahan ialah sesuatu didalam objek yang dapat menimbulkan senangan pada akal, yang semata-mata karena keadaannya sebagai objek tangkapan akali.
b. akal tercermin dalam keindahan
Mengapa suatu objek tertentu dapat dapat menimbulkan kesenangan pada akal? Maritain menjawab, karena objek tersebut memiliki kesempurnaan tertentu yang juga dipunyai oleh akal. “akal merasa senang pada sesuatu yang indah, karena didalam sesuatu yang indah ia menemukan kembali dirinya, mengenal dirinya kembali, dan berhubungan dengan pancarannya sendiri. “ciri-ciri khas yang harus dipunyai suatu objek agar dapat dikatakan indah dapat ditemukan dengan jalan memperhatikan apa yang diutamakan oleh akal.
Akal senantiasa gelisah apabila menyadari bahwa dirinya kurang sempurna. Berdasarkan anggapan tersebut, maka salah satu syarat keindahan ialah harus ada keutuhan atau kesempurnaan, karena yang dapat disebut indah ialah sesuatu yang manakala ditangkap dapat menimbulkan kesenangan pada akal. Tetapi juga jelas, bahwa akal tidak hanya mengutamakan kesempurnaan, melainkan juga ketertiban. Bukankah ketertiban sesungguhnya merupakan tanda adanya kegiatan akal.
Pengetauan senantiasa menyangkut ketertiban barang sesuatu yang diselidiki. Karena itu syarat keindahan , yang kedua ketertiben dan ketunggalan yang terungkap melalui keseimbangan yang cocok. Akhirnya, akal mengutamakan keadaan yang dapat dipahami secra akal sebagai alat penerang, seperti jik akita mengatakan “ dapat sekedar menjadi alat penerang bagi suatu masalah tertentu”. Karena itu, syarat terakhir bagi adanya keindahan adalah kejelasan.
c. keindahan ialah bentuk
Yang dinamakan bentuk sesungguhnya ialah halnya sendiri yang diketahui, pengetahuan yang benar ialah pengetahuan yang diperoleh melalui akal budi yang dapat menjangkau bentuk barang sesuatu. Bentuk juga merupakan prinsip yang mendasari keadaan yang dapat dipahami secara akali. Dalam babak terakhir, keindahan ialah bentuk yang menimbulkan kesenangan pada akal. Untuk mudahnya dapat dikatakan bahwa didalam bentuk yang terpancar pada materi, yang bersifat seimbang, tertib, dan sempurna itulah akal menemukan diri sendiri.
               
 2.3. Keelokan Pada Manusia
Wanita yang elok rupanya disebut "cantik" atau "ayu", sementara pria yang rupawan disebut "tampan" atau "ganteng" di dalam masyarakat. Sifat dan ciri seseorang yang dianggap "elok", apakah secara individu atau dengan konsensus masyarakat, sering didasarkan pada beberapa kombinasi dari ''Inner Beauty'' (keelokan yang ada di dalam), yang meliputi faktor-faktor psikologis seperti kepribadian, kecerdasan, keanggunan, kesopanan, kharisma, integritas, dan kesesuaian, dan ''Outer Beauty'' (keelokan yang ada di luar), yaitu daya tarik fisik yang meliputi faktor fisik, seperti kesehatan, kemudaan, simetri wajah, dan struktur kulit wajah.
Standar kecantikan/ketampanan selalu berkembang, berdasarkan apa yang dianggap suatu budaya tertentu sebagai berharga. Lukisan sejarah memperlihatkan berbagai standar yang berbeda untuk keelokan manusia. Namun manusia yang relatif muda, dengan kulit halus, tubuh proporsional, dan fitur biasa, secara tradisional dianggap paling elok sepanjang sejarah.

2.4. Cara Kerja Estetika
Cara kerja estetika filosofis dalam pemahaman Reid adalah :
Ø  menggali makna istilah dan konsep yang berkaitan dengan seni;
Ø  menganalisis secara kritis dan mencoba memperjelas kerancuan bahasa dan    konsep-konsep;
Ø  memikirkan segala sesuatu secara koheren, sehingga, meskipun estetika memiliki sisi analitis dan sisi kritis, ia bertujuan untuk membangun suatu struktur gagasan positif yang memungkinkan beragam bagian memiliki keterpaduan yang utuh.
Meskipun kata ‘estetika’ itu baru diperkenalkan pada tahun 1735 oleh Baumgarten, bukan berarti bahwa estetika bermula dari masa itu. Estetika filosofis yang menjadi padanan kata filsafat seni bermula semenjak lahirnya filsafat dalam sejarah kemanusiaan. Hingga kini estetika atau filsafat seni telah membentuk akumulasi pengetahuan filosofis yang luas dan beragam.
Ruang lingkup bahasan estetika filosofis mencakup berbagai segi seperti definisi seni, fungsi seni, dasar landasan keunggulan artistik, proses kreasi, apresiasi, dan prinsip-prinsip penilaian estetik. Pendekatan estetika filosofis bersifat spekulatif, artinya dalam upaya menjawab permasalahan tidak jarang melampaui hal-hal yang empiris dan mengandalkan kemampuan logika atau proses mental.
Filasafat estetika adalah cabang ilmu dari filsafat Aksiologi, yaitu filsafat nilai. Istilah Aksiologi digunakan untuk menberikan batasan mengenai kebaikan, yang meliputi etika, moral, dan perilaku. Adapun Estetika yaitu memberikan batasan mengenai hakikat keindahan atau nilai keindahan.
Kaum materialis cenderung mengatakan nilai-nilai berhubungan dengan sifat-sifat subjektif, sedangkan kaum idealis berpendapat nilai-nilai bersifat objektif.
Serupa orang yang menyukai lukisan abstrak, sesuatu yang semata-mata bersifat perorangan. Jika sebagian orang mengaggap lukisan abstrak itu aneh, sebagian lagi pasti menganggap lukisan abstrak itu indah. Karena reaksi itu muncul dari dalam diri manusia berdasarkan selera.
Berbicara mengenai penilaian terhadap keindahan maka setiap dekade, setiap zaman itu memberikan penilaian yang berbeda terhadap sesuatu yang dikatakan indah.
Jika pada zaman romantisme di Prancis keindahan berarti kemampuan untuk menyampaikan sebuah keagungan, lain halnya pada zaman realisme keindahan mempunyai makna kemampuan untuk menyampaikan sesuatu apa adanya. Sedangkan di Belanda pada era de Stijl keindahan mempunyai arti kemampuan mengomposisikan warna dan ruang juga kemampuan mengabstraksi benda.
Pembahasan estetika akan berhubungan dengan nilai-nilai sensoris yang dikaitkan dengan sentimen dan rasa. Sehingga estetika akan mempersoalkan pula teori-teori mengenai seni.
Dengan demikian, estetika merupakan sebuah teori yang meliputi:
penyelidikan mengenai sesuatu yang indah;penyelidikan mengenai prinsip-prinsip yang mendasari seni;pengalaman yang bertalian dengan seni, masalah yang berkaitan dengan penciptaan seni, penilaian terhadap seni dan perenungan atas seni.
Dari pernyataan di atas, estetika meliputi tiga hal, yaitu, fenomena estetis, fenomena persepsi, dan fenomena studi seni sebagai hasil pengalaman estetis.
2.5. Objek Pendekatan Filsafat Estetika
Dalam estetika dikenal ada dua pendekatan, yaitu langsung meneliti estetika dalam objek-objek yang indah serta karya seni dan menyoroti situasi kontemplasi rasa indah yang dialami si objek (pengalaman keindahan dalam diri orangnya). Para pemikir modern cenderung memberi perhatian pada pendekatan yang kedua, pengalaman k eindahan, karena karya seni mampu memberikan pengalaman keindahan dari jaman ke jaman. Oleh karena itu tidak heran jika Clive Bell mempunyai credo “estetika harus berangkat dari pengalaman pribadi yang berupa rasa khusu dan istimewa”. Dan keindahan lebih lanjut menurutnya hanya dapat ditemukan dari orang yang dalam dirinya punya pengalaman mengenali wujud dan makna suatu benda atau karya seni tertentu dengan getaran atau rangsangan keindahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar